Bisnis.com, MEDAN – Bank Indonesia memprediksi sampai dengan akhir 2019 neraca pembayaran Indonesia tidak akan mengalami defisit.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menyatakan, kondisi neraca perdagangan semester I/2019 yang mencatatkan defisit belum bisa disebut sebagai pertanda tahun ini defisit transaksi berjalan akan mengalami kenaikan.
Sebaliknya, menurut Dody, jika berkaca dari kondisi neraca pembayaran Indonesia, tahun ini maka Indonesia masih bisa terhindar dari defisit.
“Keseimbangan itu tidak hanya dari defisit transaksi berjalan atau current account deficit. Tapi juga neraca pembayaran (NPI). Defisit itu selalu ada di negara emerging, di tengah negara yang dari sisi ekspor terkendala harga komoditas, maka sekarang manufaktur yang harus didorong,” ujar Dody di Hotel Adimulya, Jumat (19/7/2019).
Saat ini, kinerja industri manufaktur diakui Dody masih belum optimal karena terkendala dengan kebutuhan faktor produksi yakni infrastruktur. Oleh sebab itu, dengan posisi pembiayaan infrastruktur dalam jangka menengah sampai jangka panjang sudah cukup tepat. Dody berharap pelonggaran suku bunga 6% menjadi 5,75% yang turun 25 basis poin bisa memberi stimulus langsung bagi sektor riil.
“Maka dengan kemarin kita memotong suku bunga apa dampak suku bunga pada neraca pembayaran, ke ekspor dan impor nanti akan membuat biaya borrowing perbankan lebih murah. Lending jadi lebih baik. Asumsi permintaan kredit harus dijaga kalau permintaan lemah jadi sulit ekspansi lending dari perbankan,” sambungnya.
Beberapa sentiment positif yang menurut Dody mulai terlihat pascapemangkasan suku bunga acuan adalah penguatan rupiah. Dengan demikian, jika pertumbuhan ekonomi ingin meningkat dan defisit transaksi berjalan bisa terjaga, Dody mengingatkan pentingnya koordinasi untuk menjaga stabilitas.