Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perencanaan Anggaran Pemda Dinilai Belum Ideal

Perencanaan keuangan pemerintah daerah saat ini dinilai kurang ideal seiring dengan porsi belanja pegawai yang lebih mendominasi ketimbang belanja modal.
Ilustrasi APBD/kopel-online.or.id
Ilustrasi APBD/kopel-online.or.id

Bisnis.com, JAKARTA -- Perencanaan keuangan pemerintah daerah saat ini dinilai kurang ideal seiring dengan porsi belanja pegawai yang lebih mendominasi ketimbang belanja modal.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah menilai penggunaan APBD hingga saat ini masih cenderung berorientasi pada penyelenggaraan pemerintahan, bukan pembangunan yang berdampak pada perekonomian. 

Menurutnya, jika pemerintah daerah hendak menekan belanja pegawai dan menambah infrastruktur, seharusnya belanja pegawai tidak bertambah.

"Di sini berarti bukan karena pemerintah daerah ingin fokus ke pemerintah dulu baru ekonomi, tapi memang karena perencanaan birokrasi di daerah itu kurang ideal. Seharusnya APBD itu memangkas biaya belanja rutin seperti belanja pegawai," ujarnya kepada Bisnis.com, Jumat (19/7/2019).

Selain itu, pemerintah daerah juga masih minim PAD karena memang aktivitas ekonominya masih minim dan birokrasi pun masih belum mampu menggenjot PAD.

Oleh karena itu, Rusli menekankan agar pemerintah harus lebih serius dalam implementasi DAK, terutama DAK Fisik.

Pemerintah perlu mengevaluasi apakah pembangunan yang didanai melalui DAK Fisik bisa berdampak untuk mengungkit perekonomian daerah.

"Harus diawasi apakah proyek yang dibangun sudah selesai itu akan berdampak pada perekonomian masyarakat. Sekarang ini yang dicek baru saat proses pembangunan, pasca pembangunan tidak ada," lanjutnya.

Apabila pembangunan yang diusulkan oleh daerah dan menggunakan DAK Fisik ternyata tidak tepat sasaran, maka harus ada skema sanksi bagi pemerintah daerah terkait.

"Harus jelas ada agar terkontrol. Outcome dan benefit serta impact harus dihitung. Seharusnya Kemenkeu sampai ke arah sana," kata Rusli.

Selain itu, faktor lain yang menghambat pembangunan dan meminimalisir penggunaan APBD juga terkait dengan politik.

Ada kecenderungan apabila kepala daerah diisi oleh oposisi dari pemerintah pusat maka akan memantik egosektoral yang menghambat kerja pemerintah pusat di daerah.

Di pihak lain, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan memandang kinerja APBD sudah menuju ke arah yang positif.

Penurunan rasio dana perimbangan terhadap keseluruhan APBD secara keseluruhan, menurutnya, merupakan tren yang positif. Pada tingkat provinsi, rasio dana perimbangan turun dari 48,1% pada 2017 menjadi 47,2%, sedangkan di tingkat kota dan kabupaten porsi dana perimbangan turun 69,8% menjadi 66,8%.

PAD baik provinsi maupun kota dan kabupaten pun mampu meningkat 1,6% meski perlu dicatat bahwa jenis PAD yang meningkat adalah PAD lain-lain yang sah yang kemungkinan bersumber dari penjualan aset, bukan pendapatan pajak dan retribusi.

Menurut Misbah, yang perlu disoroti justru belanja barang dan jasa yang meningkat 2,2% secara nasional.

"Yang perlu dicermati justru belanja barang dan jasa atau belanja habis pakai yang sebagian besar juga dinikmati oleh pegawai berupa belanja makan minum, belanja perjalanan dinas, belanja alat tulis kantor, dan lain sebagainya," kata Misbah kepada Bisnis.com, Jumat (19/7/2019).

Lebih lanjut, belanja barang dan jasa inilah yang menggerus belanja modal sehingga perlu dilihat kembali efektivitasnya. Menurutnya, pada jenis belanja tersebut pemborosan anggaran mungkin terjadi.

Terakhir, penurunan porsi belanja modal menurutnya sangat disayangkan mengingat belanja tersebut sangat berpengaruh pada terhadap pengadaan infrastruktur.

"Belanja modal yang sudah sedikit ini juga harus dipantau peruntukannya. Jangan sampai digunakan untuk pengadaan mobil dinas pimpinan daerah/DPRD misalnya, sementara untuk infrastruktur publik alokasinya kecil," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhamad Wildan
Editor : Achmad Aris

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper