Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha kehutanan memproyeksikan nilai ekspor industri kehutanan akan tumbuh sebesar 81,86 persen menjadi US$22 miliar pada 2025 seiring dengan positifnya pertumbuhan produksi kayu bulat sebagai bahan baku.
Purwadi Soeprihanto, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), mengatakan pertumbuhan tersebut dihitung dari posisi nilai ekspor pada 2018 yang mencapai US$12,1 miliar. Kenaikan itu didukung oleh bertambahnya nilai devisa masing-masing produk unggulan industri primer kehutanan seperti pulp, kertas, kayu olahan dan plywood.
Dia memproyeksikan nilai devisa produk pulp akan naik sebesar 23,95 persen dari US$2,63 miliar pada 2018 menjadi US$3,26 miliar pada 2025, produk kertas dari US$3,96 miliar pada 2018 menjadi US$9,93 miliar pada 2025, dan produk kayu olahan atau woodworking dari US$1,29 miliar pada 2018 menjadi US$3,09 miliar pada 2025.
Sementara itu, nilai produk plywood diproyeksikan akan stabil di angka US$2,5 miliar karena adanya perubahan bahan baku dari kayu alam menjadi kayu tanaman. Purwadi menambahkan tumbuhnya nilai ekspor tersebut juga akan didukung ketersediaan pasokan bahan baku berupa kayu bulat atau log sebanyak total 109,7 juta m3.
“Pasokan bahan baku kayu bulat dari hutan alam yang saat ini produksinya sekitar 5 juta m3. [Pada 2025] kami proyeksikan akan tumbuh 54 persen menjadi 7,7 juta m3,” kata Purwadi kepada Bisnis, Rabu (17/7/2019).
Kemudian, dari sisi kinerja Hutan Tanaman Industri (HTI) proyeksi pertumbuhan produksi kayu bulat sebesar 155 persen dari 40 juta m3 pada 2018 menjadi 102 juta m3 pada 2025.
Baca Juga
Menurutnya, selama periode 2020—2025 akan terjadi pergeseran penting penggunaan bahan baku kayu bulat untuk produk olahan hasil hutan. Misalnya, pasokan kayu alam yang saat ini sebagian besar digunakan sebagai bahan baku kayu lapis atau plywood akan digantikan secara gradual oleh kayu hutan tanaman.
Selain itu, pada periode yang sama, pengusaha hutan juga akan mendorong pembangunan hutan tanaman rakyat (HTR) yang selama ini beroperasi di Pulau Jawa untuk dikembangkan di luar jawa dengan kemitraan berbasis klaster.