Industri baja memiliki peranan yang sangat penting sebagai penopang bagi industri-industri lainnya. Namun, hal tersebut nyatanya tidak membuat industri baja nasional berjaya. Kondisinya saat ini justru sangat memprihatinkan karena adanya berbagai persoalan dan tantangan yang kurang berpihak pada pertumbuhan industrinya.
Gempuran impor produk baja asal China ditengarai menjadi faktor utama yang membuat pincangnya industri baja nasional. Namun, dengan kondisi yang tertatih-tatih, perusahaan baja dalam negeri tetap dituntut untuk bisa memenuhi kebutuhan baja nasional, sekaligus meningkatkan daya saingnya agar bisa berkompetisi dengan produsen baja dunia.
Data yang dirilis South East Asia Iron and Steel Insitutue (SEAISI) pada 2018 menunjukkan bahwa konsumsi baja nasional pada 2017 mencapai 13,59 juta ton.
Angka tersebut naik 7,26% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Meski konsumsinya meningkat, pangsa pasarnya masih dikuasai oleh produk impor yang mencapai 52%, sedangkan sisanya dari produk dalam negeri yaitu sebesar 48%.
Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) Yerry Idroes mengatakan, hingga kuartal I/2019 importasi besi dan baja masih membanjiri pasar dalam negeri. Dengan mengutip data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), dia menyebutkan bahwa impor besi dan baja mencapai 2,7 juta ton.
“Terjadi peningkatan jumlah importasi sebesar 14,65% jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,” ujarnya.