Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah dan pelaku usaha ayam petelur (layer) mulai membahas evaluasi harga acuan telur yang tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2018 di tengah dinamika harga komponen produksi.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Tjahya Widayanti menyebutkan evaluasi ini dilakukan tak lepas dari dinamika di lapanhan, pihaknya pun kini tengah melakukan koordinasi dengan Kementerian Pertanian dan pelaku usaha guna kelanjutan evaluasi tersebut.
“Akan ada evaluasi Permendag Nomor 96 2018 tentang harga acuan, koordinasi dengan Kementan sedang dilakukan,” kata Tjahya saat dikonfirmasi, Kamis (11/7/2019).
Dalam salinan usulan harga acuan yang diterima Bisnis, perwakilan peternak layer memasang asumsi harga pokok produksi di angka Rp18.800 per kilogramnya dengan perkiraan harga pakan sebesar Rp5.400/kg telur. Dengan usul tersebut, peternak mengajukan Rp21.000 sebagai harga acuan jual telur di kandang dengan batas bawah Rp19.950/kg dan batas atas Rp22.050/kg.
Ketua Asosiasi Peternak Layer Nasional (PLN) Musbar Maesdi menyatakan salah satu usul yang disampaikan peternak evaluasi harga acuan adalah pelaksanaan penyelarasan secara berkala dengan melihat pada dinamika harga jagung sebagai komponen terbesar pakan unggas.
“Faktor besar yang menyusun struktur harga itu kan dari harga jagung, komponennya di pangan sekitar 50 persen di pakan, dan 80 persen biaya produksi itu dari pakan,” kata Musbar.
Baca Juga
Usulan harga acuan ini sendiri lebih tinggi dibanding harga acuan yang ditetapkan dalam Permendag 96/2018. Dalam aturan tesebut, batas bawah harga telur di tingkat peternak berada di angka Rp18.000/kg dan batas atasnya sebesar Rp20.000.
Hadirnya usulan ini datang di tengah polemik yang kerap dihadapi industri telur ayam dalam negeri. Akhir tahun lalu, harga telur sempat anjlok di angka Rp15.000/kg, jauh di bawah biaya produksi sebesar Rp18.000. Peternak layer bahkan melakukan afkir dini pada 33 juta ayam petelur pada Oktober 2018 lalu karena kondisi ini.