Bisnis.com, JAKARTA — Kebutuhan mainan di pasar domestik masih didominasi oleh produk impor hingga kini. Pabrikan mainan lokal yang kurang terbuka terhadap peluang kerja sama dengan investor asing menjadi pendorongnya.
Sutjiadi Lukas, Ketua Asosiasi Mainan Indonesia (AMI), mengatakan pada tahun ini sebesar 65% dari kebutuhan mainan dalam negeri dipenuhi oleh produk impor, sedangkan sisanya dari pabrikan lokal.
Sebanyak 80% dari mainan impor berasal dari China, sisanya dari Jepang, Korea Selatan, dan negara lain.
Menurutnya, produk mainan impor lebih banyak beredar di pasar karena pabrikan dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan. Hal ini ditambah dengan keengganan para pelaku industri mainan untuk bekerja sama dengan investor yang lebih berpengalaman untuk mengembangkan bisnis mereka.
“Ini yang agak susah, sebenarnya banyak investor luar negeri yang ajak untuk kerja sama, tetapi pengusaha kita masih ragu-ragu. Mereka takut kalau kerja sama malah diambil pasarnya,” ujarnya seusai konferensi pers pameran mainan dan produk anak Indonesia International Toys & Kids Expo 2019 di Jakarta, Jumat (12/7/2019).
Seiring dengan perkembangan teknologi dan tren jenis mainan yang terus berubah, pabrikan lokal dituntut untuk bisa mengimbangi. Namun, kemampuan pabrikan dalam negeri dinilai masih kurang sehingga harus menggandeng investor besar, yang biasanya berasal dari dalam negeri.
Padahal, kata Lukas, ketika membantu para investor masuk ke Indonesia asosiasi selalu menekankan bahwa mereka harus menggandeng perusahaan lokal.
Dengan demikian, tidak hanya investor asing saja yang mendapatkan untung. Selain itu, juga terjadi transfer kemampuan ke perusahaan dalam negeri.
“Harus ada pembagian yang jelas, enggak bisa 100% dipegang investor asing.”