Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menargetkan akan mengasuransikan seluruh gedung dan bangunan milik kementerian dan lembaga (Barang Milik Negara) pada 2021.
Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 97/2019 tentang Pengasuransian Barang Milik Negara (BMN), pemerintah berencana mengasuransikan gedung-gedung milik pemerintah dan lembaga.
Untuk tahap pertama, aset yang akan diasuransikan hanyalah aset milik Kementerian Keuangan (Kemenkeu) per Agustus atau September 2019.
Adapun jumlah gedung yang dimiliki oleh Kemenkeu yang akan diasuransikan sejumlah 1.862 gedung.
Pada 2020, asuransi akan dilaksanakan atas aset milik 40 kementerian dan lembaga.
Berdasarkan Pasal 3 PMK No.97/2019, pengasuransian BMN yang diatur meliputi gedung dan bangunan yang berada pada pengguna barang atau kuasa pengguna barang.
Dalam Pasal 9, disebutkan bahwa kementerian atau lembaga perlu menunjuk satu satuan kerja untuk melakukan pengadaan jasa asuransi BMN.
Pengasuransian BMN ditanggung oleh konsorsium asuransi BMN yang diketuai oleh satu perusahaan asuransi.
Dengan regulasi ini, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) akhirnya membentuk konsorsium asuransi BMN yang berisikan 52 perusahaan asuransi umum dan 6 perusahaan reasuransi dengan total kapasitas mencapai Rp1,39 triliun.
Perusahaan yang tergabung dalam Konsorsium ABMN telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Kemenkeu yaitu memiliki modal sendiri minimal Rp150 miliar, memiliki RBC minimal 120%, dan rasio likuiditas minimal 100%.
Ada dua pihak dalam konsorsium yang menjadi administrator dan penerbit polis masing-masing yaitu PT Reasuransi Maipark Indonesia dan PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo).
Lebih lanjut, pengasuransian BMN dilakukan melalui satu produk asuransi BMN yang sudah disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Hanya ada satu polis yang mencakup semua jenis resiko, jadi satu paket untuk all risk. Ini sudah dihitung sedemikian rupa kalau satu paket lebih murah," kata Direktur BMN Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu Encep Sudarwan, Jumat (12/7/2019).
Sebelum terbitnya PMK No. 97/2019, pemerintah harus mengikuti mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) apabila ingin mengganti bangunan-bangunan yang rusak akibat bencana ataupun risiko-risiko lain.
"Itu prosesnya panjang karena harus dimasukkan dalam APBN berikutnya. Kalau bencananya akhir tahun maka bisa tahun ke depannya lagi baru ada dana," kata Direktur Jenderal DJKN Kemenkeu Isa Rachmatarwata, Jumat (12/7/2019).
Dengan adanya kebijakan ini, pemerintah dapat langsung membangun persis sama dengan gedung yang perlu diganti.
Untuk ke depannya, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu sedang merancang mekanisme asuransi bencana.
Melalui rencana tersebut, dampak kebencanaan di Indonesia bisa segera direhabilitasi tanpa sepenuhnya dibebankan kepada APBN.
Asuransi bencana yang sedang dikaji oleh BKF tersebut tidak hanya atas BMN, tapi juga atas fasilitas publik seperti jembatan, pasar, sekolah, hingga pemukiman warga.