Bisnis.com, JAKARTA—Skenario kebijakan subsidi bahan bakar minyak pemerintah dinilai memengaruhi keleluasaan PT Pertamina (Persero) dalam melakukan ekspansi bisnis.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan dilihat dari indikator profil keuangan Pertamina, terlihat beban keuangan ada di sektor hilir. Menurutnya, pendapatan mayoritas datang dari sektor hilir, tetapi keuntungan lebih banyak datang dari hulu.
“Itu menegaskan sektor hilirnya terlalu membebani,” katanya kepada Bisnis, Minggu (7/7/2019).
Melihat hal itu, Komaidi menilai langkah ekspansi bisnis Pertamina akan lebih baik jika perseroan melakukan langkah bisnis sebagaimana mestinya. Hanya saja, hal tersebut sulit terealisasi mengingat tugas Pertamina untuk menjalankan program penugasan dari pemerintah.
Memang pemerintah melakukan pembayaran atas penugasan yang ada, tetapi dengan transaksi yang dilakukan tahun berikutnya, maka berpengaruh pada keberadaan keuangan di tahun berjalan.
Di sisi lain, Komaidi juga menyarankan pemerintah untuk berhati-hati dalam menetapkan strategi subsidi bahan bakar minyak ( BBM). Merujuk pada 2015 silam, ketika kebijakan menghapus subsidi Premium berjalan mulus, Komaidi menganggap pemerintah diselamatkan harga minyak yang relatif rendah.
Baca Juga
“Sekarang harus lebih hati-hati, karena kondisinya beda dengan zaman Jokowi-JK yang dulu. Sekarang harga ICP sudah pada level yang lebih moderat,” tambahnya.
Dengan strategi yang kurang cermat, dikhawatirkan risiko kebijakan akan memberikan dampak negatif pada dua hal, yaitu keuangan Pertamina atau daya beli masyarakat yang terganggu.