Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, di zaman pemerintahan yang transparan, pejabat negara tak memiliki celah untuk melakukan kecurangan.
Hal itu dikatakan Luhut untuk menanggapi laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. yang dinyatakan salah oleh Otoritas Jasa Keuangan, Bursa Efek Indonesia, dan Kementerin Keuangan.
“Makanya zaman sekarang ini tidak boleh lagi kita bohong-bohong. Sekarang pemerintah itu jauh lebih transparan,” ujar Luhut di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Selasa, (2/7/2019) seperti dilansir Tempo.
Luhut menyayangkan ada pihak-pihak yang masih menganggap bahwa pemerintah dapat dibohongi. Mantan Duta Besar RI untuk Singapura itu melanjutkan, dugaan kecurangan dapat segera ketahuan lantaran saat ini, pihak-pihak independen atau lembaga pengawas telah mumpuni dalam melakukan fungsi monitoring.
Luhut menambahkan bahwa kasus laporan keuangan BUMN itu bukan satu-satunya persoalan yang mendera maskapai. Tanpa menyertakan keterangan detail, ia menyebut maskapai pelat merah ini telah menanggung sejumlah masalah dari dulu.
Misalnya masalah harga tiket pesawat yang belakangan ramai dikritik. Berantai dengan persoalan itu, faktor maskapai memukul harga salah satu pendorongnya lantaran harga jual avtur tak kompetitif.
MONOPOLI PERTAMINA
Ia mengatakan bahan bakar utama pesawat tersebut saat ini dipasarkan secara monopoli oleh Pertamina. “Kita tidak efisien dalam banyak hal, seperti minyak, itu tadi misalnya kenapa harus monopoli Pertamina. Ini tidak boleh terjadi,” ucapnya.
Ia menyarankan, semestinya Indonesia mengundang pesaing baru untuk penjualan avtur, seperti Shell dan Total yang menjual bensin untuk kendaraan bermotor.
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. sebelumnya telah dinyatakan bersalah dan wajib membayar denda laporan keuangan oleh OJK serta BEI. Total denda yang mesti dibayarkan maskapai pelat merah itu Rp 1,25 miliar dengan rincian Rp 1 miliar dibayarkan kepada OJK dan Rp 250 juta lainnya kepada BEI.
Perseroan mulanya terlilit perkara atas kasus laporan keuangan tahunan 2018 yang dimasalahkan kedua komisarisnya, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria. Keduanya menyatakan ogah menandatangani laporan keuangan 2018 yang disampaikan kepada publik pada 5 April lalu lantaran terkesan dibedaki.
Dalam laporan itu, Garuda mengaku meraih laba sekitar US$5 juta pada 2018 setelah tahun sebelumnya merugi hingga US$213 juta. Perseroan kala itu mengakui piutang sebagai laba perusahaan. Piutang ini terkait pengadaan layanan hiburan di dalam pesawat dan konektivitas Wi-Fi yang melibatkan PT Mahaka Aero Teknologi.