Bisnis.com, JAKARTA--Pelaku industri tidak melakukan kenaikan harga produk makanan dan minuman olahan seusai Lebaran karena kondisi yang lebih stabil dibandingkan tahun lalu.
Seperti diketahui, pada 2018 industri mamin menghadapi beberapa tantangan yang membuat para produsen menaikkan harga produk mulai awal tahun ini sekitar 5%--10%, seperti pelemahan nilai tukar dan kenaikan upah tenaga kerja.
Adhi S Lukman, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), mengatakan saat ini kondisi dirasakan sudah stabil sehingga pelaku usaha tidak ada rencana menaikkan harga produk.
"Tidak ada naik harga, semua sudah stabil, nilai tukar rupiah juga," ujarnya di Jakarta, Minggu (30/6/2019).
Faktor nilai tukar merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi industri makanan dan minuman, pasalnya sektor ini terpengaruh nilai tukar pada dua sisi, yaitu ekspor dan impor. Nilai tukar yang rendah akan menekan kegiatan ekspor, sedangkan nilai tukar yang tinggi akan menekan impor, terutama bahan baku.
Oleh karena itu, pelaku industri mamin berharap pemerintah bisa menjaga kestabilan nilai tukar ke depan.
Sebelumnya, Wakil Ketua Gapmmi Rachmat Hidayat berharap dengan percepatan pembangunan infrastruktur yang telah dilakukan pemerintah dapat menekan biaya logistik ke depannya. Pasalnya, selama ini biaya logistik yang tinggi juga menyumbang beban bagi pengusaha mamin.
Pada tahun ini, industri mamin diperkirakan bisa tumbuh lebih baik dibandingkan tahun lalu. Faktor pesta demokrasi lima tahunan disebut menjadi booster tambahan selain puasa, Lebaran, Natal, dan Tahun Baru.
Adapun, idustri mamin menjadi salah satu motor pertumbuhan industri pengolahan pada tahun ini, selain industri permesinan, tekstil dan pakaian jadi, alas kaki, serta barang logam, komputer, dan barang elektronik.
Kementerian Perindustrian memproyeksikan pertumbuhan industri mamin bisa tumbuh sebesar 9,86% pada 2019.