Bisnis.com, JAKARTA - Sempat viral perilaku masyarakat di dekat palang pintu kereta api, Kementerian Perhubungan buka suara perlunya penyadaran masyarakat di perlintasan kereta.
Beberapa waktu lalu telah terjadi beberapa kejadian yang melibatkan pengguna jalan di perlintasan kereta api. Kejadian pertama, sebuah bus tersangkut palang pintu perlintasan kereta api di dekat Stasiun Solo Balapan, Jumat (14/6/2019).
Kejadian lainnya adalah sebuah kendaraan pribadi tertabrak kereta api di perlintasan yang tak berpalang pintu di Desa Plesungan, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Jumat (14/6/2019) malam.
Selain itu, seorang pengendara motor nyaris tertabrak kereta api karena nekat menerobos palang pintu kereta di perlintasan KA Kiaracondong, Bandung, Sabtu (15/6/2019).
Staf Ahli Menteri Perhubungan Bidang Logistik, Multimoda, dan Keselamatan Perhubungan Cris Kuntadi merasa prihatin dengan tindakan para pengemudi kendaraan bermotor tersebut.
“Ketiga kejadian tersebut membuktikan bahwa kesadaran masyarakat akan keselamatan berkendara masih perlu ditingkatkan lagi,” katanya dalam keterangan di Jakarta, Senin (17/06/2019).
Saat ini Pemerintah telah menginisiasi program keselamatan berkendara, baik melalui regulasi maupun himbauan kepada masyarakat. Namun, dia mengakui program tersebut perlu disebarluaskan lebih getol lagi melalui berbagai media.
Cris mengungkapkan, instrumen-instrumen keselamatan bagi para pengendara seperti rambu lalu lintas ataupun palang pintu kereta api seringkali diabaikan.
“Dalam 2 kejadian near miss dan 1 kecelakaan yang disebutkan sebelumnya, terlihat jelas bahwa pengendara tidak mengindahkan peraturan-peraturan yang ada. Berhenti di persimpangan kereta ketika palang pintu kereta sudah mulai menutup dinilai hanya menyebabkan waktu tempuh menjadi lama padahal keselamatan dalam berkendara tidak ternilai harganya,” katanya.
Menurutnya, masyarakat belum memahami bahwa menaati peraturan selama berkendara merupakan suatu bentuk investasi bagi keselamatan para pengendara, bukan suatu bentuk kerugian.
“Seringkali masyarakat tidak menyadari kejadian-kejadian tersebut sebagai akibat dari kelalaian pengendara sehingga terbentuk paradigma bahwa tidak dibutuhkan peraturan untuk menjamin keselamatan dalam berkendara,” ucapnya.
Padahal, UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan Pasal 114 dengan jelas menyatakan bahwa "Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan atau ada isyarat lain; mendahulukan kereta api; dan memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintas rel."
Terlebih lagi, Pasal 296 mengatakan bahwa setiap pengemudi kendaraan bermotor yang melanggar Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp. 750.000.
“Masyarakat harus mampu memvisualisasikan kerugian-kerugian akibat pelanggaran aturan tersebut agar tumbuh kesadaran dalam setiap pengguna kendaraan bermotor akan pentingnya keselamatan,” ujarnya.
Cara lain yang dapat dilakukan agar pengendara merasakan dampak melanggar aturan adalah dengan menempatkan personel yang berwenang pada perlintasan kereta untuk menindaklanjuti pelanggaran sesuai dengan Pasal 296 yang disebutkan di atas.