Bisnis.com, JAKARTA – Ancaman memburuknya perlambatan ekonomi China dipandang bakal memberi dampak lebih signifikan pada ekonomi global ketimbang risiko perang dagang dan prospek kebijakan moneter yang tak pasti.
“Jika Anda bertanya kepada saya apa yang bakal benar-benar menjadi berita buruk global, jawabannya adalah perlambatan di China yang lebih dalam dan tahan lama. Kondisi ini berdampak pada banyak hal,” ujar Ekonom Harvard University, Carmen Reinhart.
Perang perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China tidak juga menunjukkan tanda-tanda akan mereda.
Bahkan sebelum eskalasi terbaru kedua negara dimulai pada awal Mei, ekonomi China telah kehilangan momentum, sebagaimana tercermin oleh data yang lebih lesu dari perkiraan pada bulan April.
Laba industri turun 3,7 persen y-o-y menjadi 515,4 miliar yuan (US$74,80 miliar) pada April. Padahal, raihan laba industri mampu melonjak 13,9 persen pada Maret, kenaikan terbesar dalam delapan bulan.
Keuntungan di sektor manufaktur China telah menurun sejak November 2018, kecuali pada Maret, seiring dengan menurunnya permintaan domestik dan global.
Reinhart, yang dikenal dengan karyanya mengenai krisis keuangan terakhir, juga mengatakan bank-bank sentral seperti Federal Reserve AS dan Bank Sentral Eropa kemungkinan akan "bersabar" soal kebijakan moneternya.
Hal ini lantaran tanda-tanda menunjukkan kemungkinan perlambatan AS pada paruh kedua, kendati kondisi pasar tenaga kerja masih tampak kuat.
“Terlalu dini untuk mengatakan bahwa sikap bank-bank sentral terhadap inflasi telah bergeser dengan cara dramatis,” jelasnya, seperti dikutip Bisnis.com dari Bloomberg, Selasa (28/5/2019).
Meski fokus perang dagang cenderung mengenai pergeseran rantai pasokan, bagaimana ketidakpastian akan berdampak pada investasi, dan efek harga dari tarif, guncangan perdagangan tampak seperti guncangan pasokan yang merugikan.
“Dan itu bisa berarti ada lebih banyak risiko kenaikan pada sisi inflasi yang telah benar-benar dikesampingkan,” lanjut Reinhart.
Menurutnya, bank-bank sentral sepatutnya khawatir tentang amunisi seperti apa yang mereka miliki untuk penurunan selanjutnya.
“Saya tidak mengatakan penurunan dan resesi berikutnya sudah dekat. Saya pikir tanda-tandanya ada dalam konteks AS, ada perlambatan yang berlangsung atau sangat mungkin terjadi pada paruh kedua tahun ini,” terang wanita yang memiliki spesialisasi dalam keuangan internasional ini.