Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan Kementerian Perhubungan yang menerapkan satu arah selama 24 jam menjadi salah satu kebijakan yang menimbulkan polemik. Selain itu, kebijakan pemudik anak-anak di sepeda motor pun masih jadi salah satu permasalahan.
Pengurus Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menuturkan, meski pemerintah sudah merencanakan dengan baik Angkutan Lebaran 2019 ini, tetap perlu kewaspadaan, terutama terkait dengan keselamatan berkendara. Selain keselamatan, keamanan berlalu lintas menjadi pekerjaan rumah terutama di wilayah Sumatra.
"Keselamatan ini meski angka kecelakaan musim mudik turun sampai dengan 70%, untuk sepeda motor masih tinggi dan setiap tahun masih ada anak-anak yang meninggal karena kecelakaan itu. Sampai sekarang pun belum ada larangan anak mudik pakai sepeda motor guna mengantisipasi kecelakaan tersebut," terangnya kepada Bisnis, Minggu (27/5/2019).
Perlu lebih dari sekadar imbauan bagi pengguna sepeda motor ini agar mudik tidak terlalu jauh, seperti menempuh Jakarta--Solo, Jakarta-- Magetan. Seharusnya angkutan mudik gratis pemerintah dapat mengakomodasi perjalanan jauh tersebut.
Sayangnya, mudik gratis menggunakan kapal laut masih kosong dan banyak ruang tidak terpakai. "Ini harus dimanfaatkan, sosialisasinya harus lebih gencar, 4.000 motor kapasitasnya, sampai dengan pelabuhan Tanjung Mas," imbuhnya.
Selain itu, dia menilai seharusnya penerapan jalur satu arah di jalan tol Trans Jawa berlaku situasional, menyesuaikan kondisi di lapangan. Dia setuju pemerintah mengumumkan kemungkinan harinya akan berlaku kapan saja, tetapi tidak setuju dengan pelaksanaannya yang sampai 24 jam penuh.
"Saya setujunya pemerintah tidak usah mengumumkan, situasional saja dilihat, buka saja, karena mereka sudah tahu hitungan kecepatannya, itu bisa dibuat pemodelan oleh Korlantas Polri," katanya.
Satu arah tersebut terangnya jelas akan menghambat jemputan-jemputan bus yang harus segera melayani pemudik.
Terkait keselamatan, dia meminta agar Menteri Perhubungan berani tegas berkomitmen untuk memberhentikan siapa saja bawahannya yang bertanggung jawab atas kelalaian tidak tercapainya standar pelayanan minimal (SPM) di masing-masing wilayah dan moda transportasi.