Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RAPBN 2020: Pertumbuhan Ekonomi Dipatok 5,6 Persen

Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan sejumlah kisaran indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar penyusunan RAPBN 2020. Salah satunya yakni pertumbuhan ekonomi dipatok sebesar 5,3 persen-5,6 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan konferensi pers APBN KiTa di kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (16/5/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan konferensi pers APBN KiTa di kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (16/5/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan sejumlah kisaran indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar penyusunan RAPBN 2020. Salah satunya yakni pertumbuhan ekonomi dipatok sebesar 5,3 persen-5,6 persen.

Hal tersebut dikatakan Menkeu saat menyampaikan Pidato Pengantar dan Keterangan Pemerintah atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal 2020 di Rapat Paripurna DPR RI, Senin (20/5/2019).

"Dengan mempertimbangkan berbagai potensi, kesempatan dan risiko yang diperkiraan terjadi hingga tahun depan, pemerintah mengusulkan kisaran indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar penyusunan RAPBN 2020 adalah antara lain pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen-5,6 persen," ujarnya.

Kemudian, lanjut Sri Mulyani, pemerintah juga mengusulkan asumsi makro untuk inflasi sebesar 2 persen- 4 persen; lalu tingkat bunga SPN 3 bulan 5 persen-5,6 persen; kemudian nilai tukar Rp14.000-Rp15.000/US$; harga minyak mentah US$60-70/barel; lifting minyak bumi 695.000-840.000 barel per hari; dan lifting gas bumi 1,19 juta barel -1,3 juta barel setara minyak per hari.

Menurut Sri Mulyani, memasuki 2019 dinamika global berubah secara cepat dengan eskalasi perang dagang dan kondisi persaingan geopolitik Amerika Serikat dan China yang meningkat tajam. Hal tersebut menimbulkan kenaikan rsiko pada pertumbuhan ekonomi global dan perlemahan perdagangan internasional.

Namun demikian, di tengah ketidakpastian tersebut, kinerja ekonomi Indonesia di awal 2019 dinilai masih positif. Arus modal mulai mengalir masuk kembali ke Indonesia, seiring dengan jeda kenaikan suku bunga di Amerika Serikat.

Stabilitas ekonomi Indonesia disertai momentum pertumbuhan yang positif menjadi daya tarik arus modal ke dalam negeri. Meskipun demikian, dinamika Pemilu berpengaruh terhadap sikap wait and see investor.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Tegar Arief
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper