Bisnis.com, JAKARTA – Mudik merupakan tradisi bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia dalam rangka merayakan Lebaran di kampung halaman. Kebahagiaan bertemu dengan keluarga saat momentum spesial menjadi hal penting, berapapun biaya dan energi yang dikeluarkan.
Ada juga yang menganggap mudik Lebaran menjadi salah satu momentum untuk mengukur keberhasilan seseorang. Parameter yang digunakan untuk membandingkan bisa saja L-O-L (lebaran-over-lebaran). Perbandingan antara lebaran tahun lalu dan lebaran saat ini menjadi batasan perubahan kondisi seseorang.
Pemilihan moda transportasi yang digunakan untuk mudik tentu saja mempertimbangkan berbagai aspek. Berbagai pilihan yang telah disediakan pemerintah dan swasta tentu saja bertujuan untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Apalagi, pemerintah telah banyak membangun infrastruktur transportasi baik darat, udara, dan laut. Pilihan moda transportasi menjadi pertimbangan bagi pemudik berkaitan dengan biaya, jarak, dan waktu.
Transformasi PT Kereta Api Indonesia (Persero) selama 10 tahun terakhir kian menunjukkan hasil yang nyata. Kereta api menjadi pilihan favorit untuk mudik dengan biaya yang terjangkau dan dengan waktu relatif cepat khususnya di Pulau Jawa.
Tiket yang disediakan pada musim lebaran ini sekitar 800.000 tiket dan saat ini sudah terjual sebanyak 50%.
Pembangunan jalan tol Trans Jawa sepanjang kurang lebih 995 km menjadi alternatif pilihan pemudik yang menggunakan kendaraan pribadi. Panjangnya ruas tol tersbut tentunya bisa memperlancar arus mudik ke masing-masing daerah. Harapannya kasus Brexit (Brebes exit) pada tahun lalu tidak berulang pada tahun ini.
Lalu, moda transportasi mana yang paling efisien? Banyak pertimbangan untuk menentukan moda yang dipilih untuk mudik. Apalagi, saat ini harga tiket pesawat yang melambung tinggi sehingga diperkirakan terjadi penurunan peminat.
Bagi keluarga, kendaraan pribadi cenderung menjadi pilihan utama karena fleksibel waktu dan kapasitas penumpang maupun barang. Jika optimal penumpang terisi, jatuhnya akan lebih murah jika dihitung per orang.
Transportasi umum yang lain seperti bus dan kapal menjadi pilihan selanjutnya dengan segmentasi penumpang menengah ke bawah. Tentu saja tarif bus selalu mengalami kenaikan pada saat Lebaran.
Pada tahun ini kenaikan harga tiket bus diperkirakan sebesar 30%. Terlepas dari itu, banyak program mudik gratis yang disediakan oleh instansi maupun perusahaan.
Adanya transportasi online di daerah sedikit banyak mengubah perilaku pemudik. Efisiensi dan praktis tentu saja menjadi alasan untuk tidak membawa kendaraan pribadi sebagai sarana untuk mudik. Namun, pilihan tersebut tentunya banyak dilakukan oleh pemudik individu.
Menurut perkiraan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi, sekitar 18,28 juta orang bakal melakukan kegiatan mudik Lebaran 2019. Jumlah tersebut sedikit turun dari tahun lalu yang mencapai 19,5 juta orang.
Diperkirakan distribusi pemudik yang menggunakan mobil pribadi mencapai 30%. Selain itu, pemudik yang menggunakan bus kelas ekonomi sebesar 16%, bus kelas eksekutif 14%, kereta api 17%, pesawat 10%, sepeda motor 6%, dan sisanya moda lain sekitar 7%.
Di sisi lain, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan memprediksi jumlah pemudik Lebaran 2019 dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) mencapai 14,9 juta orang. Selebihnya, pemudik tersebar di seluruh wilayah di Indonesia.
KONTRIBUSI EKONOMI
Besarnya jumlah pemudik yang menyebar di daerah dalam waktu yang terbatas turut memberikan kontribusi ekonomi yang besar dalam waktu singkat. Pemudik yang berasal dari perkotaan, Jabodetabek misalnya, cenderung mempunyai daya beli yang tinggi dibandingkan dengan masyarakat setempat.
Tahun lalu, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II sebesar 5,27%. Pertumbuhan tersebut merupakan pertumbuhan kuartal yang paling tinggi sepanjang 2018. Lebaran menjadi salah satu faktor terjadinya pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Sekarang pertanyaanya, berapa spend money pemudik selama di kampung halaman pada tahun ini? Bank Indonesia (BI) memprediksi kebutuhan uang kartal selama masa Idulfitri kali ini mencapai Rp217,1 triliun, meningkat 13,5% dibandingkan dengan tahun lalu sebesar Rp191,3 triliun.
Ha ini mengindikasikan besarnya potensi belanja masyarakat hanya dalam Idulfitri kali ini. Potensi perputaran zakat selama bulan Ramadan juga tidak bisa dipandang sebelah mata.
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) memperkirakan target zakat pada bulan Ramadan ini terkumpul sebanyak Rp9 triliun. Angka tersebut yang dikelola Baznas masih sebagian kecil dari potensi zakat di Indonesia sebesar Rp217 triliun.
Adapun, zakat fitrah berupa beras diprediksi sebanyak 350.000 ton. Seperti kita ketahui, bulan Ramadan dan Lebaran menjadi momentum sebagian besar masyarakat untuk berbagi kebahagiaan kepada sesama.
Daya beli masyarakat makin meningkat pada saat Lebaran, salah satu sebabnya adalah adanya pendapatan tambahan yang didapatkan. Tunjangan Hari Raya (THR) adalah hak bagi para pekerja baik aparatur sipil negara maupun swasta.
Besaran THR pun sudah diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016, yaitu 1 kali gaji bagi pekerja yang sudah bekerja selama 1 tahun. Tambahan pendapatan tersebut tentu saja menjadi amunisi tambahan untuk belanja kebutuhan selama Lebaran.
Kemana larinya uang para pemudik ini tentu saja menarik untuk diperhatikan. Jika hanya ditujukan untuk korporasi, tidak perlu menunggu sampai Lebaran tiba.
Fenomena ekonomi mudik ini adalah transfer dana dari pusat ke daerah dalam konteks nyata. Tentu saja aliran dana tersebut seyogyanya untuk ekonomi daerah, mengembangkan potensi, dan usaha masyarakat.
Dahsyatnya energi pemudik untuk datang ke kampung halaman dengan membawa kebahagiaan adalah harapan bagi masyarakat daerah. Lebaran setiap tahun berdampak hampir ke semua sektor. Tidak sedikit bisnis yang meraup omzet besar pada saat Lebaran, bahkan mengalahkan omzet pada 11 bulan lainnya.
Berbagai bisnis daerah seperti wisata, kuliner, dan oleh-oleh diharapkan mendapatkan dampak dari Lebaran. Pengembangan desa wisata, pasar tradisional, dan potensi ekonomi daerah yang lain harus bisa menangkap momentum Lebaran.
Lebaran tahun ini memang sedikit berbeda dengan tahun lalu. Tahun politik tidak dipungkiri menjadikan kodisi masyarakat sedikit menghangat. Namun, keyakinan untuk melebur pada saat Lebaran menjadikan semangat kebersamaan semakin meningkat.
Pemerintah pusat bersama-sama pemerintah pemerintah daerah dan swasta harus menyiapkan berbagai hal untuk melayani pemudik, mulai dari infrastruktur, moda transportasi, kemananan dan jaringan informasi.
Momentum Lebaran bisa menjadi kekuatan ekonomi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang bersumber dari usaha masyarakat. Pemerataan ekonomi secara luas juga menjadi harapan bagi masyarakat secara berkelanjutan. Semoga.
*) Artikel dimuat di koran cetak Bisnis Indonesia edisi Senin (20/5/2019)