Bisnis.com, JAKARTA - Bank sentral mengubah proyeksi sasaran pengendalian defisit transaksi berjalan dari semula 2,5 persen terhadap PDB menjadi 2,5 persen-3 persen terhadap PDB seiring dengan menguatnya tekanan di sisi ekspor.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menuturkan, dampak penurunan global serta perang dagang merembet hingga ke kanal perdagangan dan keuangan bagi seluruh negara di dunia.
"Sumber ekspor semakin sulit untuk dijadikan andalan. Itulah kenapa BI merevisi defisit transaksi berjalan," tegas Perry, Kamis (16/05/2019).
Meskipun BI dan pemerintah sudah melakukan kebijakan untuk mengendalikan defisit tersebut, pencapaian penurunan defisit ke arah 2,5 persen terhadap PDB sulit direalisasikan di tengah kondisi global seperti saat ini.
Perry menegaskan, pihaknya masih optimistis defisit transaksi berjalan akan menurun selepas kuartal II/2019. Kendati demikian, perkiraan BI akan lebih realistis di kisaran 2,5 persen-3 persen terhadap PDB.
"Jika tidak ada kualitatifnya, BI cenderung ke titik tengah [2,7 persen]," kata Perry.
Baca Juga
Revisi ini, lanjut Perry, tidak akan mengurangi usaha BI untuk semakin kuat mengendalikan defisit transaksi berjalan bersama pemerintah. Langkah-langkah yang selama ini sudah dilakukan akan diperkuat.
Pertama, BI dan pemerintah akan mendorong ekspor otomotif, mesin serta peralatan dan tekstil serta produk tekstil. Pasalnya, ketiga komoditas ini masih sangat kompetitif untuk pasar ekspor.
Caranya melalui pemotongan izin, penyederhanaan prosedur dan insentif lainnya. Kedua, BI dan pemerintah akan berupaya untuk mendorong investasi swasta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki defisit transaksi berjalan.