Bisnis.com, JAKARTA - Perkuatan pengawasan terhadap surveyor menjadi salah satu hal yang mengemuka dalam Rapat Koordinasi Pembahasan Pengendalian Impor Sampah Plastik di Kementerian Koordinator Bidang Maritim pada Rabu (15/5/2019).
Perkuatan ini menyusul adanya temuan limbah plastik ilegal yang ikut dalam paket impor limbah non Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) kertas di Surabaya baru-baru ini.
Seperti diketahui, berdasarkan hasil temuan di lapangan, impor limbah plastik yang ikut terbonceng mencapai 30%. Padahal, perizinan impor yang diberikan adalah untuk limbah non B3 kertas.
"Perintahnya harus dievaluasi surveyornya (preshipment inspection) karena garda terdepannya adalah surveyornya," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati, Rabu (15/5/2019).
Seperti diketahui, baru baru ini Ecological Observations and Wetlands Conservation (Ecoton) menyoroti isu penyelundupan sampah plastik dari Australia lewat impor kertas bekas. Kertas bekas ini diimpor dalam rangka pemenuhan kebutuhan industri di Indonesia.
Ecoton menyebut impor kertas bekas dari Australia ke Indonesia mencapai 52 ribu ton. Namun, 30% diantaranya ternyata berupah sampah plastik. Sampah tersebut pun kemudian diduga mencemari lingkungan Kali Brantas, Jawa Timur.
Sementara itu, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah telah mengatur pelarangan impor sampah ke Indonesia.
Tata cara impor kertas bekas ke Indonesiapun sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Tata Cara Importasi Limbah Non B3. Izin impor kertas bekas tidak boleh diterbitkan untuk importir umum, melainkan hanya untuk produsen industri kertas.