Bisnis.com, JAKARTA - Anjloknya harga batu bara acuan (HBA) pada Mei 2019 disebabkan oleh tertekannya indeks harga batu bara kalori tinggi sebagai buntut pembatasan impor China dari Australia.
Ada empat indeks yang membentuk HBA, yaitu Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Global Coal Newcastle Index (GCNC), dan Platts 5900. Masing-masing indeks tersebut memiliki bobot 25%
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan harga batu bara kalori tinggi saat ini tengah anjlok. Berbanding terbalik, harga batu bara kalori rendah dan menengah justru relatif stabil setelah Februari 2019.
"Kalori menengah dan rendah yang direpresentasikan oleh ICI dan Platts justru trennya relatif stabil dan cenderung menguat sedikit. Kalau kalori tinggi justru sedang jatuh gara-gara batu bara dari Australia yang dibatasi masuk China," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (7/5/2019).
Kondisi tersebut akhirnya menyeret HBA turun cukup tajam bulan ini sekaligus kian memperpanjang tren penurunan yang terjadi mulai September 2018.
Menurut Hendra, kondisi sekarang ini terbalik dengan yang terjadi pada akhir tahun lalu hingga Februari 2019. Kala itu, harga batu bara kalori tinggi justru perkasa dan batu bara kalori rendah serta menengah yang loyo.
"Kalau lihat kondisi sekarang tiap indeks sudah tidak terkoneksi lagi. Biasanya kalau indeks yang satu naik, kecenderungan yang lain naik. Sekarang antara yang kalori tinggi dan rendah sudah jalan sendiri-sendiri," tuturnya.
Hal tersebut tidak diprediksi sebelumnya oleh para pelaku usaha, khususnya apa yang dialami oleh Australia sejak Februari lalu. Menurutnya, masih belum ada kejelasan kapan pasokan batu bara Australia ke China kembali normal.
Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No. 76 K/30/MEM/2019, HBA Mei 2019 ditetapkan senilai US$81,86 per ton atau turun hingga 7,87% dari HBA April 2019 senilai US$88,85 per ton.