Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Risiko Stabilitas Keuangan yang Dicermati BI

Kendati stabilitas sistem keuangan saat ini terjaga dengan baik, Bank Indonesia (BI) masih mewaspadai tekanan yang dipengaruhi oleh ketidakpastian global.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (tengah) berbincang dengan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara (kanan), disaksikan Deputi Gubernur Erwin Rijanto, sebelum penjelasan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, di Jakarta, Jumat (29/6/2018)./JIBI-Endang Muchtar
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (tengah) berbincang dengan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara (kanan), disaksikan Deputi Gubernur Erwin Rijanto, sebelum penjelasan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, di Jakarta, Jumat (29/6/2018)./JIBI-Endang Muchtar

Bisnis.com, JAKARTA - Kendati stabilitas sistem keuangan saat ini terjaga dengan baik, Bank Indonesia (BI) masih mewaspadai tekanan yang dipengaruhi oleh ketidakpastian global.

Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto melihat pemicu pertama yang harus diwaspadai adalah prospek pertumbuhan ekonomi yang masih lambat.

"Ini terjadi di tengah risiko keuangan global masih tinggi sebagaimana disampaikan Global Staibility Report April 2019," kata Erwin dalam peluncuran buku KSK Nomor 32 di Gedung BI, Jumat (03/05/2019).

Selanjutnya, permasalahan global makin kompleks, contohnya masalah perang dagang AS meluas menjadi rivalitas. "Jika ini akar permasalahannya, maka tensi perang dagang akan lebih lama," tambah Erwin.

Dia mengungkapkan, kompleksitas ini semakin dibebani oleh kesinambungan bisnis digital untuk menjadi penopang mesin pertumbuhan, yang ditandai oleh keraguan model bisnis perusahaan unicorn.

Kemudian, risiko ketidakpastian di pasar keuangan global. Saat ini, beberapa indikator yang mencerminkan ketidakpastian global mulai mereda, di mana lingkungan sistem keuangan sangat dinamis.

Ketidakpastian karena persepsi dan respons ekonomi mudah muncul sejalan dengan banyaknya data dan info yang tersedia di masyarakat. Dalam ilmu ekonomi, kata dia, ketidakpastian ini datang tanpa disadari atau unknown uncertainty.

Alhasil, respons pelaku ekonomi tidak mudah diduga dan ini membuat risiko bertambah besar meski fundamental ekonomi terjaga.

Sementara itu, BI juga mengarisbawahi tantangan sistem keuangan Indonesia ke depan yang diulas dalam buku SSK nomor 32 ini.

Pertama, peningkatan kebutuhan pembiayaan eksternal korporasi akibat ekspansi usaha yang membutukan pendanaan eksternal maupun internal. Beberapa korporasi yang dipantau BI memilih pendanaan dari luar negeri. Aksi ini dilakuka seiring rendahnya suku bunga global.

Kedua, risiko ketergantungan bank pada pembiayaan ritel. "Di tengah ekspansi kredit, retail funding menimbulkan risiko likuiditas," ujar Erwin.

Tren jangka panjang, alat likuid perbankan makin menipis karena meningkatnya funding gap.

Funding gap ini, kata Erwin, dapat meningkatkan harga DPK khususnya pada bank yang punya akses ke wholesale funding.

Ketiga, saving investment gap dan pasar keuangan yang belum dalam. "Ada kesenjangan yang cukup besar antara tabungan dan investasi masyarakat. Gap ini ditutup dengan portfolio investasi jangka pendek."

Namun, gap yang ditutup oleh portofolio jangka pendek ini bisa memberikan risiko kepada sistem keuangan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hadijah Alaydrus
Editor : Tegar Arief
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper