Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) mengakui pendirian lembaganya yang setingkat eselon I di bawah Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tidak sesuai dengan rencana awal otoritas transportasi yang berada di bawah komando langsung Presiden.
Kepala BPTJ Bambang Prihartono menuturkan bahwa hasil kajian awal pendirian BPTJ adalah diperlukannya satu otoritas transportasi yang kuat atau lembaga pemerintah nonkementerian (LPKN) dan berada di bawah koordinasi langsung Presiden.
Namun, dalam realitanya, rekomendasi tersebut berakhir menjadi lembaga setingkat eselon I di bawah Kemenhub sebagai otoritas nasional pengelola transportasi.
"Setelah evaluasi ada yang kami rasakan perlu satu otoritas karena transportasi itu tidak ada batas wilayah sementara pemerintah itu ada batas wilayahnya. Rekomendasi waktu itu bahwa di Jabodetabek perlu ada satu otoritas transportasi yang diketuai seseorang dan langsung di bawah presiden selevel menteri bahkan selevel Kapolri," katanya, dalam diskusi panel Menyoal Masa Depan SistemTransportasi Jabodetabek, yang diselenggarakan Bisnis Indonesia di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, Kamis (2/5/2019).
Dengan perubahan otoritas menjadi di bawah Kemenhub, maka rencana induk transportasi Jabodetabek (RITJ) 2019-2029 menjadi tidak setara dengan tujuan awal.
"Rencana induk yang disiapkan itu diperuntukan bagi otoritas yang super bodi tadi, bayangkan dibutuhkan 10 tahun untuk menyelesaikannya, negara lain perlu 50 tahun dan ada yang 70 tahun," tambahnya.
Menurutnya, perlu ada pengkajian untuk dapat menerapkan otoritas yang sesuai dengan rekomendasi awal.
Sementara itu, Pengamat/Ahli Hukum Tata Negara Ahmad Redi menyampaikan, otoritas BPTJ yang mengatur pengelolaan transportasi di Jabodetabek sangat terbatas.
Oleh karenanya, diperlukan landasan hukum yang lebih tinggi dari sekadar Perpres, yaitu peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
“Masalah transportasi Jabodetabek sifatnya genting dan serius, sehingga perlu pembenahan serius. Makanya pemerintah bisa membuat Perppu yang memperkuat regulasi BPTJ,” paparnya.
Menurutnya, pemerintah dapat mempertimbangkan membentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang menjadi omnibus law transportasl Jabodetabek.
Dia menilai otoritas BPTJ harus ditingkatkan dari sekedar pejabat setingkat eselon I menjadi lembaga pemerintahan nonkementerian (LPNK) yang berkedudukan di bawah presiden, dan bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri yang mengoordinasikan seperti Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Batam.