Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekor Pertamina Setor ke Negara

Peningkatan kontribusi setoran Pertamina ke kas negara mengindikasikan bahwa Pertamina telah menjalankan amanah konstitusi pasal 33 UUD 1945 yang menguasai dan mengelola sumber kekayaan alam untuk sebesarnya kemakmuran rakyat.
Menteri BUMN Rini Soemarno (tengah) bersama Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Stategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno (tengah kanan) berbincang dengan sejumlah direksi dari Pertamina, Inalum, Antam, Bukit Asam, dan Timah, usai penandatanganan perjanjian kerja sama sinergi BUMN, di Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (14/3/2019)./ANTARA-Aprillio Akbar
Menteri BUMN Rini Soemarno (tengah) bersama Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Stategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno (tengah kanan) berbincang dengan sejumlah direksi dari Pertamina, Inalum, Antam, Bukit Asam, dan Timah, usai penandatanganan perjanjian kerja sama sinergi BUMN, di Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (14/3/2019)./ANTARA-Aprillio Akbar

Dalam Pidato Kebangsaan bertajuk “Indonesia Menang”, Calon Presiden (Capres) nomor urut 02 Prabowo Subianto menyebut bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) satu persatu mengalami kebangkrutan saat ini.

Dalam Debat Capres-Cawapres kelima, Prabowo Subianto kembali menyebut bahwa kondisi BUMN sebagai benteng terakhir perekonomian Indonesia tengah goyah.

Untuk menanggapi pernyataan tersebut, Capres nomor urut 01 Joko Widodo menanyakan: “Apakah Bapak Prabowo tahu berapa kontribusi BUMN dari pajak dan deviden ke kas negara, naik atau turun?”

Berdasarkan data Kementerian BUMN per 31 Desember 2018, total aset seluruh BUMN mencapai sebesar Rp 8.092 triliun atau naik Rp 882 triliun dari 2017 sebesar Rp7.210 triliun.

Pendapatan BUMN juga cenderung mengalami peningkatan selama periode 2015-2018. Pada 2015 pendapatan BUMN mencapai Rp1.699 triliun, naik menjadi Rp1.710 triliun pada 2016, kembali naik menjadi Rp2.027 triliun pada 2017, dan Rp2.339 triliun pada 2018.

Dengan peningkatan pendapatan BUMN itu, kontribusi BUMN terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga mengalami kenaikan signifikan.

Pada 2017 BUMN setor ke kas negara sebesar Rp354 triliun naik menjadi Rp 422 triliun selama 2018. Dari total setoran itu, Pertamina (Pesero) menyumbangkan sebesar 28,62%  atau sebesar Rp 120,8 triliun pada 2018. Setoran Pertamina ke kas negara dalam bentuk pajak sebesar Rp. 112,3 triliun dan deviden sebesar Rp. 8,5 triliun.

Total setoran itu belum termasuk setoran Pertamina ke kas negara dari sektor hulu Migas dalam bentuk government entitlement atas minyak dan gas bagian negara yang mencapai US$ 11,3 miliar atau sekitar Rp. 167,3 triliun yang berasal dari signature bonus dan komitmen Crude sebesar Rp. 142,1 triliun dan gas sebesar Rp. 25,2 triliun.

Kalau mendasarkan pada indikator setoran BUMN ke kas negara yang mengalami kenaikan selama 2018, maka tidak benar dikatakan bahwa BUMN dalam keadaan goyah dan mengalami kebangkrutan satu per satu, seperti yang dikatakan Capres Prabowo.

Sedangkan kontribusi Pertamina ke kas negara dalam bentuk pajak, deviden dan government entitlement juga menepis anggapan selama ini dari berbagai kalangan bahwa keuangan Pertamina “berdarah-darah” lantaran menjalankan Public Service Obligation (PSO).

Sebagai BUMN, Pertamina memang tidak semata-mata mencari laba, tetapi juga harus menjalankan PSO. Salah satunya adalah menjalankan kebijakan BBM Satu Harga, yang merupakan kebijakan Presiden Joko Widodo untuk mencapai keadilan dengan menetapkan harga BBM sama di seluruh Indonesia.

Untuk membiayai pelaksanaan kebijakan BBM Satu Harga, Pertamina harus merogoh kasnya antara Rp. 800.000 miliar hingga Rp. 1 triliun per tahun, yang mengurangi perolehan laba, tetapi tidak sampai membangkrutkan keuangan Pertamina.

Kebijakan BBM Satu harga, tidak hanya menciptakan pemerataan dan keadilan, tetapi juga memberikan multiplier effect di daerah-daerah Indonesia bagian Timur. Kebijakan ini juga mengurangi beban rakyat, utamanya rakyat Papua.

Pasalnya, harga Premium di Papua selama ini bekisar antara Rp. 25 ribu hingga Rp. 100 ribu per liter, bandingkan dengan harga Premium di Jawa hanya sebesar Rp. 6.450 per liter. Hingga Triwulan III/2018, penerapan kebijakan BBM Satu Harga sudah mencapai 98 lokasi dari 157 lokasi, yang ditargetkan dicapai seluruh lokasi  pada 2019.

Selain menanggung biaya BBM Satu Harga, Pertamina juga harus menanggung potential loss akibat kebijakan Pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM Subsidi, Premium dan Solar, hingga akhir 2019.

Di tengah kecenderungan kenaikan harga minyak dunia, keputusan Pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM akan semakin memberatkan bagi Pertamina dalam mendistribusikan BBM penugasan. Pada saat harga acuan Indonesian Crude Price (ICP) pada kisaran US$ 59 per barrel, potential loss diperkirakan mencapai sekitar Rp. 19 triliun.

Namun, potential loss sebesar itu juga tidak akan membuat Pertamina mengalami kerugian usaha, apa lagi mengalami kebangkrutan, jauh panggang dari api.

Buktinya, Pertamina masih mampu menyetor ke kas negara dari pajak dan deviden dalam jumlah yang besar, bahkan tercatat mencapai rekor terbesar setoran Pertamina sejak didirikan 61 tahun lalu.

Meskipun Laporan Keuangan Pertamina 2018 yang sudah diaudit belum juga dikeluarkan, diperkirakan Pertamina kembali mencatatkan peningkatan laba usaha.

Indikasinya, Pertamina menyetorkan deviden ke APBN sebesar Rp. 8,5 triliun. Pasalnya, pembagian deviden itu didapatkan dari perolehan earning after tax (laba setelah pajak) setelah dikurangi laba ditahan.

Kendati Pertamina masih mendapatkan laba dalam jumlah besar, tetapi Pertamina tidak boleh puas begitu saja. Pertamina harus dapat meningkatkan perolehan laba dengan meningkatkan efisiensi dan produksi Migas.

Data menunjukkan bahwa produksi Migas dari blok Mahakam masih di bawah target yang ditetapkan.

Hingga akhir 2018, produksi minyak Pertamina Hulu Mahakam mencapai 92,47%, atau sekitar 44.638 barel per hari dari target ditetapkan sebesar 48.271 barel. Sedangkan produksi gas bumi hanya mencapai 84% atau sekitar 932.700 mmscfd dari target 1,2 juta MMSCFD.

Demikian juga dengan produksi Migas Blok Rokan harus bisa dinaikkan saat dikelola oleh Pertamina pada 2021, minimal volume produksi sama saat dikelola oleh Chevron.

Dengan kenaikan produksi Migas, Pertamina diharapkan dapat meningkatkan lagi setoran pajak dan deviden ke kas negara untuk membiayai APBN.

Peningkatan kontribusi setoran Pertamina ke kas negara mengindikasikan bahwa Pertamina telah menjalankan amanah konstitusi pasal 33 UUD 1945 yang menguasai dan mengelola sumber kekayaan alam untuk sebesarnya kemakmuran rakyat.

*)Penulis adalah Pengamat Ekonomi Energi dan Pertambangan dari Universitas Gadjah Mada

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : News Editor

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper