Bisnis.com, PHUKET—Pemerintah Indonesia bersama dengan sejumlah negara di Asean menyiapkan sikap bersama untuk merespons kebijakan proteksionisme Uni Eropa yang dianggap diskriminatif terhadap produk kelapa sawit dan beras asal Asia Tenggara.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan, seperti halnya yang dialami Indonesia, saat ini Myanmar dan Kamboja juga tengah mengalami tindakan diskriminatif dari Uni Eropa.
Tindakan yang dimaksud adalah pemberlakuan special safeguard untuk beras produksi kedua negara tersebut, yang tidak diberlakukan kepada negara penghasil beras lainnya.
Dengan kata lain, Mendag menilai kebijakan perdagangan yang bersifat proteksionisme terus menguat di kelompok Uni Eropa. Guna menghadapinya, negara-negara Asean yang terdampak kebijakan proteksionisme itu sepakat menggalang kekuatan dan melakukan dua langkah utama.
Pertama, negara di Asean sepakat untuk memberkan instruksi kepada perwakilannya di Jenewa, Swiss, untuk mengeluarkan pernyataan keras kepada Uni Eropa atas nama kebersamaan Asean.
Kedua, negara di Asean sepakat untuk menyusun sikap bersama yang pada intinya menentang setiap langkah atau kebijakan perdagangan yang bersifat diskriminatif, baik dalam bentuk tariff barrier maupun non tarif barrier.
Baca Juga
Bila kondisi ini terus berlanjut,ujar Mendag, Asean juga tak segan untuk melakukan hal yang serupa kepada Uni Eropa.
“Kita tidak suka dengan trade war, tetapi kalau Uni Eropa selalu melakukan hal seperti ini, maka pada dasarnya kita bisa sampaikan kepada dunia bahwa Uni Eropa yang memulai trade war ini. Kita tidak bisa diam begitu saja,” ujar Mendag di sela-sela pertemuan 25th Asean Economic Minister’s Retreat (AEM Retreat) di Phuket , Thailand, Senin (22/4) malam.
Enggartiasto menambahkan, sejauh ini negara Asean yang akan mengambil sikap bersama itu antara lain Indonesia, Malaysia, Kamboja, dan Myanmar. Pihaknya juga telah mendapatkan dukungan dari Filipina.
Lebih lanjut, pihaknya juga telah meminta kepada para importir produk minuman beralkohol khususnya wine agar tidak mengimpor dari Eropa. Selain produk minol, pemerintah juga tengah mendata produk Eropa lainnya yang berpotensi untuk ditahan izin impornya.
“Tidak ada lagi permintaan impor wine dari Uni Eropa. Sudah dilakukan. Saya tidak melarang, cuma tidak keluar izinnya,” ujarnya,
Menurut Mendag, hal tersebut akan terus dilakukan sampai adanya langkah konsolidasi dari Uni Eropa. Sejauh ini pihaknya mengaku baru mengadakan pertemuan lanjutan dengan Duta Besar Inggris.
Dalam pertemuan itu, Duta Besar Inggris disebut meminta agar pembahasan mengenai hal ini diundur hingga 2020. Namun, pemerintah menolak dengan tegas usul tersebut dan meminta penyelesaian sekarang juga.
“Ini akan menjadi sinyal kuat kepada mereka [Uni Eropa] bahwa mereka tidak bisa sewenang-wenang. Saya sudah meminta kepada para importir berbagai produk mulai minuman wine untuk jangan masukkan [produk] yang dari Eropa. Kita akan ikuti dengan langkah lain sampai mereka bilang mari kita duduk bersama,” ujarnya.