Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyediakan infrastruktur sumber daya air untuk mendorong pengembangan kawasan sentra produksi perikanan budi daya sebagaimana nota kesepahaman yang telah ditandatangani dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto menyebutkan ruang lingkup dari perjanjian kerja sama ini tidak hanya terfokus pada perbaikan saluran tambak di kawasan sentra produksi perikanan budi daya, tetapi juga mencakup penyediaan infrastruktur sumber daya air di wilayah Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) binaan DJPB.
Pihaknya pun mengusulkan penyediaan infrastruktur kawasan pertambakan untuk 132 kabupaten/kota yang merupakan sentra produksi perikanan budi daya. Adapun dukungan yang diharapkan berupa penyediaan atau rehabilitasi jaringan irigasi dan infrastruktur pendukung seperti jalan produksi.
“Dalam pelaksanaan PKS ini 132 Kabupaten/Kota ini akan dilaksanakan secara bertahap mulai dari 2019 hingga 2023,” ujarnya, Minggu (15/4/2019).
Dukungan ini secara khusus juga diharapkan bisa terealisasi pada tiga Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) yang ada di bawah pengelolaan Direktorat Jenderal Budidaya yakni SKPT yang berada di Sabang, Rote Ndao dan Sumba Timur.
Program SKPT ini sendiri diharapkan akan meningkatkan aksesibilitas dan konektivitas dalam pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan dengan pasar.
“Untuk dapat memaksimalkan semua potensi kelautan dan perikanan yang ada di 3 lokasi tersebut di atas sehingga dapat menjadi multiplier effect bagi pergerakan ekonomi, tentunya kami membutuhkan dukungan sarana dan prasarana penunjang yang baik, salah satunya adalah dukungan infrastruktur dari Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR,” tambah Slamet.
Dia melanjutkan, kerja sama Pengembangan dan Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tambak antara Kementerian PUPR dengan KKP, khususnya Ditjen Perikanan Budidaya telah terjalin sejak lama lama. Pada 2011, KKP secara intensif melaksanakan program pengembangan tambak (kawasan minapolitan) dengan mendapatkan dukungan prasarana jaringan irigasi.
Saluran irigasi, kata Slamet, merupakan salah satu kebutuhan primer dalam kegiatan budi daya perikanan, baik tambak maupun kolam, sehingga perlu selalu dalam kondisi yang baik.
Sebagian besar saluran irigasi yang ada dan dimanfaatkan pembudi daya saat ini sudah berumur dan mengalami kerusakan atau tidak berfungsi lagi. Hal ini menyebabkan tidak optimalnya fungsi saluran irigasi dalam penyediaan air untuk kegiatan budi daya. Untuk itu diperlukan kegiatan untuk memperbaiki/ rehabilitasi saluran irigasi perikanan.
Hal ini, katanya, menjadi penting untuk mengoptimalkan produksi perikanan sebagai salah satu amunisi pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi.
Pasalnya, tantangan utama yang akan dihadapi negara-negara di dunia ke depan adalah terkait pemenuhan kebutuhan pangan berkelanjutan bagi masyarakat.
Di sisi lain, Badan Pangan Dunia (FAO) memprediksi bahwa subsektor perikanan budi daya akan menjadi penopang utama pemenuhan kebutuhan pangan dalam hal ini ketersediaan protein berbasis ikan.
Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara dengan potensi sumberdaya perikanan budi daya yang besar memiliki nilai tambah tersendiri dalam memenuhi kebutuhan pangan tersebut, yakni melalui pemanfaatan potensi sumberdaya baik budi daya laut, air payau dan air tawar secara berkelanjutan.
"Karena kami yakin kedepan permasalahan ketersediaan pangan menjadi masalah krusial yang harus disiapkan dengan baik oleh masing-masing negara. Penyiapan infrastuktur yang mendukung produksi sangat diperlukan sehingga kecukupan pangan terutama penyediaan protein ikan dapat terpenuhi," ujarnya.