Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah telah mewacanakan penggunaan limbah baja, karet, dan skrap plastik untuk ditambahkan ke dalam pembuatan aspal untuk meningkatkan kualitas aspal sekaligus menaikkan harga komoditas tersebut. Namun, penggunaan bahan alternatif tersebut belum kunjung direalisasikan secara massal.
Iron and Steel Industri Association (IISIA) menyatakan penggunaan limbah baja atau slag dalam pembuatan jalan akan membuat kualitas jalan lebih kuat dan tahan lama. Kendati demikian, slag baja termasuk dalam limbah berbahaya dan limbah beracun berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.101/2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beraacun.
Dalam PP tersebut, Pasal 31 ayat 3 poin a dijelaskan bahwa limbah B3 merupakan segregasi oli bekas dengan minyak kotor (slope oil) dan segregasi slag baja dengan slag tembaga.
Ketua Umum IISIA Silmy Karim mengatakan industri dalam negeri tertinggal dengan industri dengan negeri jiran dalam pemanfaatan slag baja. “Itu juga saya sedang perjuangkan bahwa slag baja itu jangan digolongkan ke limbah B3. Itu ada peraturannya. [Peraturan itu] harus berubah,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (10/4/2019).
Silmy mengatakan penambahan slag dalam pembuatan aspal cocok digunakan untuk jalan tol. Pasalnya jalan tol sering dilalui kendaraan niaga yang membuat kondisi jalan kerap melengkung.
Dengan menambahkan slag baja, katanya, hal tersebut tidak akan terjadi karena kualitas jalan akn semakin kuat daripada penggunaan aspal konvensional. Silmy menuturkan penggunaan slag untuk jalan telah diimplementasikan di Malaysia dan Singapura.
Kasubdit Standar & Pedoman Direktorat Preservasi Jalan Ditjen Bina Marga Nanang Handono mengatakan Kementerian PUPR sudah melakukan pembelian karet ke petani untuk bahan pencampuran aspal. Menurutnya, Kementerian PUPR sudah menerbitkan regulasi mengenai norma, standar, prosedur, dan manual penggunaan karet.
“Sekarang penggunaan karet sudah semakin serius dan nuansanya kerakyatan karena pengadaannya langsung ke petani,” ujarnya.
Panjang jalan nasional yang berpotensi dirawat dengan aspal karet adalah 25.549 km atau lebih dari separuh panjang jalan nasional. Kemudian, jalan provinsi yang juga berpotensi dilapisi aspal karet 29.719 km, sedangkan 296.485 km jalan kabupaten berpotensi menggunakan aspal karet.
Di samping itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan sedang menyiapkan alat-alat pengolahan untuk memanfaatkan karet sebagai bahan baku aspal. Kemenperin mencatat akan ada tiga alternatif yang bisa digunakan sebagai bahan baku aspal yakni latex, masterbatch, dan skat.
Pada tahap pertama untuk produksi karet aspal akan dikonsentrasikan di daerah-daerah sentra produksi seperti Sumatera selyatan, Jambi, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat. Kemeneperin menghitung penggunaan karet bisa mensubtitusi 7%-8% dalam pembangunan aspal. Dia berharap dengan penggunaan karet sebagai aspal tentu saja meningkatkan harga karet di pasaran.