Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IMF Perkirakan Ekonomi Indonesia Stabil 5,2 Persen di Tahun 2019 & 2020

Proyeksi ini tidak berubah dari WEO edisi Oktober 2018 yang dirilis saat pertemuan di Bali lalu.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam (dari kiri) menyampaikan paparan didampingi Direktur Mohammad Faisal, dan Wakil Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia Chamdan Purwoko saat berkunjung ke kantor Bisnis Indonesia, di Jakarta, Rabu (10/1)./JIBI-Felix Jody Kinarwan
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam (dari kiri) menyampaikan paparan didampingi Direktur Mohammad Faisal, dan Wakil Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia Chamdan Purwoko saat berkunjung ke kantor Bisnis Indonesia, di Jakarta, Rabu (10/1)./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA - Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di sekitar 5,2 persen pada 2019 dan 2020.

Hal tersebut disampaikan lembaga internasional yang berbasis di Washington, Amerika Serikat (AS), itu dalam laporan World Economic Outlook (WEO) edisi April 2019 yang diluncurkan di sela-sela Annual Spring Meeting IMF-World Bank (WB) di Washington (9/4/2019).

Proyeksi ini tidak berubah dari WEO edisi Oktober 2018 yang dirilis saat pertemuan di Bali lalu. Perkiraan pertumbuhan Indonesia berada diposisi ketiga di bawah Filipina dan Vietnam yang masing-masing diperkirakan tumbuh 6,5 persen tahun ini.

Kendati pertumbuhan Indonesia stabil, IMF mencatat satu risiko yang patut diwaspadai oleh Indonesia. Hal tersebut adalah defisit transaksi berjalan. 

Indonesia, Pakistan dan India masuk ke dalam kelompok negara di Asia yang memiliki risiko defisit transaksi berjalan. IMF dalam WEO edisi April 2019 melihat defisit yang dialami Indonesia dan dua negara di Asia tersebut sebagai dampak dari kenaikan harga minyak. Alhasil, impor migas Indonesia melonjak. 

Direktur Riset CORE Indonesia Piter R. Abdullah mengakui bahwa posisi Indonesia sebagai net importir minyak sangat sulit. Pasalnya, kenaikan harga minyak akan berdampak negatif kepada perbaikan defisit transaksi berjalan.

"Jadi kenaikan harga minyak mentah dunia sangat berpotensi memperbesar defisit transaksi berjalan," kata Piter.

Hal ini bisa diredam jika dampak dari penerapan B20 untuk menurunkan impor solar benar-benar efektif. 

Piter melihat level harga minyak US$80 patut diwaspadai karena level tersebut yang berkontribusi terhadap defisit transaksi berjalan.

Namun, dia memperkirakan kenaikan harga minyak akan terbatas tahun ini seiring dengan perlambatan ekonomi global yang akan menekan permintaan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Editor : Akhirul Anwar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper