Bisnis.com, JAKARTA--Bank Indonesia, Bank Negara Malaysia, Bangko Sentral ng Pilipinas, dan Bank of Thailand berkomitmen untuk menjalin kerja sama penyelesaian transaksi perdagangan bilateral dalam mata uang lokal atau local currency settlement framework.
Direktur Eksekutif Departmen Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko mengungkapkan komitmen 4 bank sentral tersebut disepakati di tengah rangkaian pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral se-ASEAN (ASEAN Finance Minister & Central Bank Governors’ Meeting/AFMGM) pada hari ini (5/4) di Chiang Rai, Thailand.
Komitmen ini dituangkan dalam penandatanganan Letter of Intent (LOI) antara Benjamin E. Diokno, Gubernur Bangko Sentral ng Pilipinas dan Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia.
Penandatanganan LOI antara Benjamin E. Diokno, Gubernur Bangko Sentral ng Pilipinas dan Nor Shamsiah binti Mohd Yunus, Gubernur Bank Negara Malaysia; dan Benjamin E. Diokno, Gubernur Bangko Sentral ng Pilipinas dan Veerathai Santiprabhob, Gubernur Bank of Thailand.
"Ketiga LOI dimaksud merefleksikan kepentingan bersama dalam menjajaki kemungkinan pembentukan LCS framework di antara keempat negara," papar Onny, Jumat (05/04/2019).
LCS framework tersebut, kata Onny, diharapkan dapat memfasilitasi kegiatan ekonomi dan keuangan antara Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand secara lebih efisien.
Selain itu, Bank Indonesia dan Bank of Thailand juga sepakat untuk mengeksplorasi kemungkinan perluasan cakupan LCSframework yang telah berjalan saat ini.
Komitmen tersebut merupakan rangkaian pencapaian atas penandatanganan 2 (dua) Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia-Bank Negara Malaysia dan Bank Indonesia-Bank of Thailand untuk mendorong penyelesaian transaksi perdagangan bilateral menggunakan mata uang lokal masing-masing negara pada tahun 2016.
Sejak itu, Onny memaparkan terdapat peningkatan penggunaan mata uang lokal untuk penyelesaian transaksi perdagangan bilateral, seiring dengan penurunan marjin kurs valuta asing.
BI mencatat total transaksi perdagangan melalui LCS terus menunjukkan peningkatan.
Pada triwulan I /2019, total transaksi perdagangan melalui LCS menggunakan b"aht (THB) mencapai US$13 juta (setara Rp185 miliar), meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2018 sebesar US$7 juta (setara Rp96 miliar).
Sementara untuk transaksi LCS menggunakan ringgit (MYR), transaksinya mencapai US$70 juta (setara Rp1 triliun), meningkat tajam dibandingkan periode yang sama tahun 2018 sebesar US$6 juta (setara Rp83 miliar).
"Kerja sama tersebut akan memberikan manfaat bagi pelaku usaha melalui pengurangan biaya transaksi dan peningkatan efisiensi dalam setelmen perdagangan," kata Onny.
Selain itu, hal tersebut juga akan memberikan lebih banyak opsi bagi pelaku usaha dalam memilih mata uang untuk setelmen transaksi perdagangan, sehingga mengurangi risiko nilai tukar terutama di tengah kondisi pasar keuangan global saat ini yang masih bergejolak (volatile).
BI meyakini kerangka kerja sama di antara empat negara ini akan mendorong penggunaan mata uang lokal lebih luas lagi dalam masyarakat ekonomi ASEAN dan mendorong perkembangan lebih lanjut pasar valuta asing dan pasar keuangan di kawasan dalam mendukung integrasi ekonomi dan keuangan yang lebih luas.