Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki)akan menggunakan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagai senjata utama untuk menantang Uni Eropa di meja WTO.
Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono menegaskan sertifikasi itu akan digunakan sebagai bukti untuk menunjukkan bahwa industri kelapa sawit telah menerapkan skema keberlanjutan.
Selain itu, kesepakatan PBB tentang Sustainable Development Goals (SDGs) di negara-negara berkembang juga akan dipakai untuk melawan Uni Eropa.
"ISPO akan kami gunakan karena dengam itu kita telah membuktikan berkomitmen tentang keberlanjutan. Kedua adalah SDG's yang sudah merupakan kesepakatan PBB. Itu yang akan jadi kunci atau senjata utama kami," katanya kepada Bisnis pada Rabu (27/3).
Menurutnya banyak negara yang sudah menyadari bahwa Indonesia serius dalam membangun industri yang berkelanjutan. Terutama dengan mandatori dari pemerintah agar setiap pelaku usaha perkebunan mengantongi ISPO.
Mukti pun menambahkan target Gapki pada 2019 adalah 700 perusahaan anggotanya ikut serta dalam sertifikasi ini.
"Ada beberapa hambatan untuk bisa mendapatkan sertifikat ISPO tapi setidaknya semua anggota sudah mendaftar untuk di audit tahun ini," katanya.
Mukti menambahkan dari 457 sertifikat ISPO yang terbit pada 2018, 69% diantaranya merupakan anggota Gapki.
Produksi minyak sawit nasional yang bersertifikat ISPO pada 2018 sebesar 11 juta ton dengan 8,9 juta ton diantaranya merupakan anggota Gapki.
Kendati demikian, Mukti tetap mengatakan terdapat hambatan dalam mendapatkan sertifikat ISPO yaitu inkonsistensi pemerintah dalam menetapkan kebijakan.
Salah satu contohnya terkait dengan legalitas dimana perusahaan sudah mengantungi Hak Guna Usaha tapi mendadak kebunnya masuk dalam kawasan hutan akibat perubahan kebijakan.
"Pelepasan kawasan hutan menjadi kendala yang dihadapi dalam penerapan ISPO. Dimana areal kawasan berubah misalnya Kalimantan Tengah. Bagaimana bisa perusahaan yang sudah dapat HGU mendadak masuk kawasan [hutan]," katanya.