Bisnis.com, JAKARTA—Industri galangan kapal menanti keringanan pembiayaan bagi sektor industri dan jasa maritim untuk mengurangi ketergantungan produk impor.
Eddy Kurniawan Logam, Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (Iperindo), mengatakan bahwa asosiasi sedang menjalin kerja sama dengan Indonesian National Shipowners Association (INSA) dan Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan (Gapasdap) untuk mendorong agar pemerintah bisa memberikan suatu program keringanan pembiayaan untuk sektor galangan kapal dan jasa angkutan penyebrangan.
Pasalnya, saat ini perusahaan jasa angkutan penyebarangan memiliki kecenderungan membeli kapal bekas dari luar negeri karena harganya jauh lebih murah.
“Salah satu faktor utama adalah suku bunga dan periode pengembalian pembiayaan. Kami ingin mendorong agar bisa diberi suatu program pembiayaan untuk industri dan jasa maritim, sehingga kedua sektor ini bisa tumbuh dengan sehat,” ujarnya, Selasa (12/3/2019).
Dia menyebutkan, saat ini suku bunga dalam negeri lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain. Semestinya, kata Eddy, untuk sektor industri dan jasa maritim bisa diberikan pembiayaan dengan suku bunga single digit seperti pembiayaan untuk sektor infrastruktur.
Dia berpendapat, sektor industri dan jasa maritim juga merupakan bagian dari pembangunan infrastruktur dan berperan penting di Indonesia yang merupakan negara kepulauan, sehingga semestinya juga didukung dengan keringanan suku bunga pembiayaan. Selain itu, tenor atau masa pinjaman untuk sektor jasa angkutan laut juga dinilai kurang panjang.
“Selama ini untuk pembelian kapal, rerata pengembalian pinjaman 5 tahun sampai 7 tahun, kalau di Eropa dan negara berkembang lainnya bisa sampai 20 tahun. Jadi, suku bunga tinggi dan tenor yang pendek ini memberatkan pengusaha,” jelas Eddy.
Oleh karena itu, dengan adanya program suku bunga rendah dan tenor pembiayaan yang lebih panjang, diharapkan perusahaan jasa angkutan penyebrangan memilih menggunakan kapal produksi dalam negeri dan pabrikan kapal juga mendapatkan keringanan dalam pendanaan modal sehingga harga bisa bersaing. Pengurangan pembelian kapal impor akan menyehatkan neraca perdagangan nasional.
Lebih jauh, Eddy menuturkan apabila industri galangan kapal berkembang, industri pendukung juga akan mengikuti, seperti industri baja dan komponen kapal. Asosiasi juga menargetkan tingkat komponen dalam negeri bisa mencapai 50% dalam 5 tahun mendatang.
Saat ini, tingkat komponen lokal produk kapal dalam negeri sebesar 30%--35%. “Plat baja, cat, dan beberapa komponen sudah menggunakan produk dalam negeri,” sebutnya.
Pemerintah juga diharapkan dapat melakukan penyetaraan fiskal, seperti penghapusan bea masuk bahan baku. Eddy menyebutkan nilai average pasar industri galangan kapal dalam negeri dalam 5 tahun terakhir sekitar Rp5 triliun.
Produk industri galangan kapal nasional saat ini didominasi produk kapal perintis, kapal tongkang, dan kapal tugboat. Sementara itu, untuk jenis kapal niaga, seperti kapal offshore dan kapal tanker, masih banyak yang berasal dari luar negeri.
Saat ini perkembangan sektor industri galangan kapal dunia didominasi oleh China, Korea Selatan, dan Jepang dengan kapasitas produksi masing-masing sebesar 29,18 juta gross tonnage (GT), 25,46 juta GT, dan 14,73 juta GT pada 2017.
Untuk wilayah Asia Tenggara, order pembangunan kapal baru didominasi oleh Filipina sebesar 2,17 juta GT dan Vietnam sebesar 766.431 GT. Adapun, order pembangunan kapal di Indonesia tercatat sebesar 218.300 GT dengan rincian 83% untuk kebutuhan dalam negeri dan sisanya untuk kebutuhan ekspor.
Adapun, pada era revolusi industri 4.0, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menilai industri galangan kapal dinilai strategis berperan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Untuk itu, dengan karakteristiknya yang padat karya, padat modal dan padat teknologi, industri galangan kapal memerlukan penanganan dan perhatian yang serius dari pemerintah agar semakin kompetitif di kancah domestik dan internasional.
“Kami telah mendorong industri komponen di dalam negeri agar menjadi supply chain untuk memproduksi kapal,” tuturnya.
Kementerian Perindustrian juga telah menginisiasi usulan insentif penurunan tarif bea masuk komponen kapal melalui skema khusus serta usulan tax holiday yang nantinya dapat dimanfaatkan sebagai stimulus untuk meningkatkan kinerja industri galangan kapal nasional.
Begitu pula dari sisi finansial, pemerintah akan mengupayakan dan mendorong agar kegiatan usaha sektor industri galangan kapal dapat dukungan dari sektor perbankan atau pembiayaan sehingga kesempatan untuk melakukan ekspansi bisnis pembangunan kapal akan semakin terbuka lebar.
“Maka itu, perlunya pusat research, development, and design (RDnD) untuk perkapalan. Pemerintah akan memfasilitasi pemberian super deductible tax bagi industri yang berinovasi. Kalau bisa kita kembangkan desain bersama untuk kapal ikan, patroli, tanker, dan tugboat,” imbuhnya.