Bisnis.com, JAKARTA - Akhir tahun lalu, foto bangkai seekor paus sperma yang terdampar di Pulau Kapota, Wakatobi, pada Minggu (18/11.2018) bertebaran di lini masa media sosial berbagai platform selama berminggu-minggu. Dari perut si paus ditemukan 5,6 kg sampah plastik.
Saat ini sang paus pun telah dikuburkan di sekitar Pantai Kolowawa, Desa Kapota Utara. Kejadian ini merupakan satu dari segelintir kasus yang terjadi pada hewan-hewan laut. Beberapa waktu lalu, foto dan video seekor kura-kurang yang tersangkut sedotan plastik di bagian hidungnya juga sempat viral.
Plastik menjadi satu dari sekian banyak masalah yang berpotensi mengancam kehidupan hewan laut. Di samping itu, masih ada sejumlah ancaman lain seperti pemanfaatan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, jalur lintas hewan laut yang bersinggungan dengan lalu lintas kapal, kurangnya tenaga ahli yang mengerti terkait penanganan hewan laut terdampar, juga ancaman ekosistem hidupnya
Untuk itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan pun menyusun sebuah Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Mamalia Laut 2018-2022 yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 79 /2018 yang berlaku mulai Agustus lalu.
RAN anyar ini pun mengatur beberapa strategi terkait upaya untuk menjaga dan menjamin keberadaan serta ketersediaan 35 jenis mamalia laut yang dibagi atas dua kelompok besar, yakni dugong atau duyung dan kelompok cetacean (binatang laut besar termasuk paus dan lumba-lumba).
Salah satu yang menjadi poin penting adalah pengaturan pemanfaatan alat dan teknik penangkapan ikan. KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap akan melakukan pengkajian atas alat dan teknik penangkapan yang berdampak buruk terhadap mamalia laut guna meminimalisir potensi adanya bychatch atau hasil tangkapan sampingan.
Direktur Jenderal Penataan Ruang Laut (PRL) Brahmantya Satyamurti Poerwadi mencontohkann penggunaan jaring tancap atau kelong yang biasa digunakan masyarakat Bintan. Jaring yang dibiarkan terus menancap ini berpotensi menjerat makhluk laut lainnya yang bukan merupakan target tangkapan.
“Kita mesti kasih penyadartahuan. Mereka harus ngecek terus apabila [mereka] punya kelong, titik-titik penancapannya jangan sampai di tempat sighting [penampakan] mamalia laut,” kata Brahmantya.
Tak sampai di situ, pihak KKP juga akan melakukan pendataan dan pembersihan ghost net atau jarring tak bertuan yang kerap ditemukan lantaran sudah tak lagi digunakan nelayan atau terseret saat ombak besar.
KKP juga akan mengkaji kasus kematian mamalia laut akibat tertabrak kapal. Untuk itu, pihaknya akan menyusun regulasi nasional yang mengatur tentang tata cara melintas di jalur migrasi para makhluk laut ini.
Sementara itu,demi melibatkan masyarakat dalam pelestarian para penghuni laut ini, pihaknya juga akan melakukan sosialisasi terkait penanganan mamalia terdampar.
Pasalnya, masih ada temuan masyarakat yang mengambil dan mengonsumsi ketika menemukan mamalia terdampar di pantai. Hal itu bahkan menimpa dugong yang merupakan salah satu hewan dilindungi menurut peraturan yang berlaku.
Terkait dengan hal ini, selain melakukan sosialisasi, KKP akan mempersiapkan kurikulum dan modal pelatihan bagi para calon trainer penanganan mamalia terdampar sehinga hewan laut terdampar bisa segera ditangani dengan tepat dan dikembalikan ke habitatnya.
Tak lupa, KKP juga berencana melakukan kajian penerapan ekowisata berbasis mamalia laut sebagai salah satu alternatif pengembangan mata pencaharian masyarakat di sekitar ekosistem hewan-hewan tersebut.
Untuk mendukung kesuksesan program ini, KKP juga meminta agar pemerintah daerah bisa turut serta dengan mengembangkan rencana aksi daerah konservasi mamalia dan ekosistemnya. Salah satunya adalah dengan mendukung konservasi area padang lamun yang menjadi sumber pakan dan tempat hidup sejumlah hewan laut, termasuk dugong.
“Kan saya sampaikan, pemda harus punya komitmen soal pengunaan lahan di pesisir, kalau banyak padang lamun [habitat mamalia laut] ya dikonservasi saja. Minimal padang lamun tetap ada, tidak berkurang,” katanya.
Hal terakhir tetapi tak kalah penting adalah pengembangan sistem informasi online nasional yang akan menjadi pusat data terkait populasi dan sebaran mamalia laut serta ekosistem alaminya. Adapun pengembangan sistem informasi online ini akan didukung oleh riset yang dilakukan bersama antara KKP dan lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
“Sementara ini, riset soal ini sangat kecil. Dengan RAN kita anggarkan dan meng-endorse LIPI dan KKP. Kita kan ada departemen riset untuk memastikan wilayah, jenis dugong, dan segala macam bisa tetap ada,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Dirhamsyah menyebutkan, sejauh ini pihaknya telah melakukan riset terkait jumloah dugong yang ada serta kondisinya. Sejauh ini , diketahui bahwa di Indonesia ada sekitar 1.000 ekor dugong dan 31.000 kilometer persegi luasan padang lamun yang terdiri atas kurang lebih 11 jenis tumbuhan lamun.
Saat ini, bersama KKP dengan pimpinan Pusat Penelitian LIPI tengah mengembangkan petunjuk dan monitoring dugong serta mengembangkan data terkait kondisi mamalia laut di Indonesia di bawang naungan Dugong and Seagrass Conservation Project (DCSP).
“Kami sedang membangun national data center for coastal ecosystem [pusat data nasional untuk ekosistem pesisir] di dalamnya ada dugong, seagrass dan macam-macam,” jelasnya.
Dengan seluruh upaya ini diharapkan kelestarian mamalia laut bisa terus berlangsung demi keberlagsungan pasokan protein murah bagi rakyat Indonesia. Pasalnya, kendati bukan merupakan komoditas untuk dikonsumsi, keberadaan mamalia ini sangatlah penting untuk terus menjaga keberlangsungan rantai makanan di laut.