Bisnis.com, JAKARTA - Para pengusaha nikel mengaku tertarik sekaligus mendukung adanya pusat logistik berikat (PLB) untuk perdagangan nikel.
Ketua Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Insmerda Lebang mengatakan perdagangan melalui PLB tersebut akan membuat arus ekspor impor terkait komoditas nikel menjadi lebih terkontrol. Dia pun tertarik untuk bekerja sama dengan Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX).
"Memang nanti kerja samanya itu ada, sehingga barang-barang kita yang keluar terkontrol dalam satu wadah. Ya kami tertarik," ujarnya, Rabu (6/3).
Sementara itu, Presiden Direktur PT ICDX Logistik Berikat (ILB) Petrus Tjandra mengatakan sebelum nikel, komoditas timah sudah memiliki PLB di Bangka. Menurutnya, hal serupa sangat mungkin diterapkan untuk nikel.
Menurutnya, ada tiga wilayah yang potensial untuk dijadikan PLB nikel, yaitu Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara. Pasalnya, tiga daerah tersebut merupakan penghasil nikel terbesar di Indonesia.
"Sedang dalam proses. Lokasi sudah ada, tinggal tunggu gongnya saja. Kita harapkan paling lambat Juni," tuturnya.
Petrus yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Komersil APNI mengatakan konsep PLB untuk nikel tersebut bisa menguntungkan semua pihak. Dengan adanya kontrol dan pengawasan dalam PLB, maka devisa hasil ekspor (DHE) pun bisa lebih terjamin.
"Selama ini tidak ada yang mengontrol uangnya kembali. Tanpa adanya pihak pengawas, tidak ada jaminan DHE akan kembali," ujarnya.
Selain itu, konsep dana talangan ketika harga sedang rendah pun bisa diterapkan dengan syarat komoditasnya dijaminkan dalam penguasaan PLB.
Sejak pemerintah membuka kembali keran ekspor bijih nikel kadar rendah pada 2017, realisasi ekspornya belum bisa dikatakan tinggi. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan hingga 2018, dari kuota ekspor sebanyak 48 juta ton untuk nikel, realisasi baru mencapai 22 juta ton atau 48,83%.
Meskipun realisasinya masih tergolong rendah, penjualan nikel dan bauksit ke luar negeri sejak dibukanya keran ekspor tersebut pada 2017 terus mengalami peningkatan per semesternya.
Pada semester I/2017, realisasi ekspor bijih nikel baru sebanyak 403.201 ton. Jumlah tersebut meningkat jadi 4,63 juta ton di akhir 2017 dan terus melaju ke angka 8,14 juta ton pada semester I/2018.