Bisnis.com, JAKARTA - Kendati PT Angkasa Pura II (Persero) merasa optimistis akan geliat bisnisnya tahun ini, pengamat penerbangan ini justru menyangsikan target pertumbuhan penerimaan operator bandara 'pelat merah' ini hingga 19% akan tercapai.
Pasalnya, sepanjang awal tahun ini terjadi penurunan penumpang yang cukup drastis di seluruh penerbangan. Pada 2019, AP II menargetkan pendapatan perusahaan meningkat menjadi Rp11,2 triliun dari Rp9,4 triliun pada 2018 dengan kontribusi dari bisnis nonaero meningkat menjadi 42%.
Pengamat Penerbangan Alvin Lie menilai bahwa target penerimaan AP II tersebut bisa jadi belum memperhitungkan faktor risiko di awal tahun.
Target dari AP II ini disusun mungkin dari pertengahan tahun lalu untuk berlaku tahun 2019. Hal tersebut tentu belum mengantisipasi perubahan yang terjadi sejak akhir tahun lalu, Desember dan Januari terjadi penurunan jumlah penumpang global dan nasional juga," ungkapnya kepada Bisnis, Senin (4/3/2019).
Dia menyebut Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang menjadi tulang punggung AP II juga mengalami penurunan yang cukup drastis.
Dia menyebut, apabila penurunan pertumbuhan penumpang ini tetap bertahan dan tidak mengalami di atas 10% seperti 15 tahun terakhir, AP II perlu merevisi target penerimaannya untuk 2019.
"Karena kalau jumlah penumpang turun pendapatan nonaeronautics, tenant, retail, gerai-gerai makanan dan sebagainya, itu juga pendapatannya akan turun. Tentunya akan lebih berat untuk mereka bisa membayar lebih tinggi lagi," jelasnya.
Di sisi lain, dia menerangkan AP II juga mengoperasikan sejumlah bandara baru pada 2019, perkiraannya kontribusi bandara-bandara baru ini pun tidak signifikan. Menurutnya, mesin bisnis AP II ada pada Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan Bandara Internasional Kualanamu.
Menakar potensi pertumbuhan kargo, Alvin menuturkan penghasilan utama AP II tetap dari penumpang karena pola penghasilan airlines domestik, penghasilan dari kargo hanya berkisar 10%.
"Penghasilan AP II dari kargo hanya penyewaan fasilitas pergudangan dan infrastruktur kargo. Tidak signifikan dibandingkan dengan pendapatan dari angkutan penumpang dari PJP2U, penyewaan lahan, konsesi retail, juga pelayanan dan penyewaan fasilitas kepada maskapai," urainya.
Pengamat Penerbangan Alvin Lie menilai bahwa target penerimaan AP II tersebut bisa jadi belum memperhitungkan faktor risiko di awal tahun.
Target dari AP II ini disusun mungkin dari pertengahan tahun lalu untuk berlaku tahun 2019. Hal tersebut tentu belum mengantisipasi perubahan yang terjadi sejak akhir tahun lalu, Desember dan Januari terjadi penurunan jumlah penumpang global dan nasional juga," ungkapnya kepada Bisnis, Senin (4/3/2019).
Dia menyebut Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang menjadi tulang punggung AP II juga mengalami penurunan yang cukup drastis.
Dia menyebut, apabila penurunan pertumbuhan penumpang ini tetap bertahan dan tidak mengalami di atas 10% seperti 15 tahun terakhir, AP II perlu merevisi target penerimaannya untuk 2019.
"Karena kalau jumlah penumpang turun pendapatan nonaeronautics, tenant, retail, gerai-gerai makanan dan sebagainya, itu juga pendapatannya akan turun. Tentunya akan lebih berat untuk mereka bisa membayar lebih tinggi lagi," jelasnya.
Di sisi lain, dia menerangkan AP II juga mengoperasikan sejumlah bandara baru pada 2019, perkiraannya kontribusi bandara-bandara baru ini pun tidak signifikan. Menurutnya, mesin bisnis AP II ada pada Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan Bandara Internasional Kualanamu.
Menakar potensi pertumbuhan kargo, Alvin menuturkan penghasilan utama AP II tetap dari penumpang karena pola penghasilan airlines domestik, penghasilan dari kargo hanya berkisar 10%.
"Penghasilan AP II dari kargo hanya penyewaan fasilitas pergudangan dan infrastruktur kargo. Tidak signifikan dibandingkan dengan pendapatan dari angkutan penumpang dari PJP2U, penyewaan lahan, konsesi retail, juga pelayanan dan penyewaan fasilitas kepada maskapai," urainya.