Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Pertanian meminta perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengikuti standar dan kriteria yang ditetapkan di dalam ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil).
Menurut Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono, sertifikasi lain di luar ISPO tidak perlu menjadi rujukan utama. Apalagi hanya karena tekanan dari non governmental organization (NGO) ada perusahaan sawit sampai menghentikan pembelian TBS (tandan buah segar) dari petani.
”Hal ini juga berlaku bagi perusahaan perkebunan yang terafiliasi dengan perusahaan induk mereka di luar negeri. Mereka tidak perlu mengikuti standar NDPE (no deforestation, no peat development, and no exploitation, Red.) karena ini membebani rantai pasok dan ujungnya petani sawit yang dirugikan. Ikuti saja yang ada di ISPO,” kata Kasdi, Kamis (28/2).
Kasdi menyampaikan hal ini menjawab pertanyaan terkait masih terjadinya pemutusan pembelian CPO dari perusahaan pemasok yang dinilai oleh LSM asing tidak memenuhi kriteria NDPE. Padahal perusahaan pemasok tersebut banyak membeli TBS dari perkebunan sawit petani.
Setelah sebelumnya pernah diberitakan Grup Wilmar memutus kontrak pembelian dari Gama Plantations, baru-baru ini suspensi serupa dilakukan oleh Minamas Plantations.
Anak perusahaan Sime Darby Malaysia itu menghentikan pembelian CPO dari salah satu pemasok mereka yaitu Saraswanti Group yang beroperasi di Kalimantan Barat.
Seperti dalam rilis dari Sime Darby, penghentian kontrak pembelian CPO tersebut karena tekanan dari LSM asing Foresthints. Hanya saja, baik pihak Minamas maupun Saraswanti belum bisa dimintai keterangan terkait hal ini.
”Indonesia telah mempunyai aturan yang jelas mengenai praktik-praktik berkelanjutan. Hormati dan ikuti saja ISPO karena hanya aturan itu yang berdaulat di Indonesia. Dalam ISPO kita punya komitmen jelas yakni mendorong petani dan industri untuk memproduksi sawit secara berkelanjutan termasuk ketaatan pada NDPE. Jadi industri tidak perlu terprovokasi dengan persyaratan yang bukan ditetapkan pemerintah,” katanya.
Menurut Kasdi, sejumlah aturan yang diterapkan dalam ISPO telah memenuhi kriteria global dalam penerapan praktik-praktik berkelanjutan. ”Bahkan ke depan kami justru ingin menyederhanakan aturan, sesuai dengan masukan para pelaku usaha perkebunan termasuk petani agar bisa diikuti semua pihak,” katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Gapki (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) Mukti Sardjono mengaku sudah mendengar kabar tentang suspensi pembelian CPO oleh Minamas Plantations kepada anak perusahaan Saraswanti Group.
”Kami menyayangkan terjadinya praktik-praktik tata niaga yang menyebabkan pemutusan pembelian. Apalagi CPO yang diputus itu sebagian hasil olah dari TBS kebun-kebun plasma,” kata Mukti.
Menurut Mukti, perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di Indonesia pada dasarnya telah patuh dengan semua peraturan terkait tata kelola perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.
Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Pertanian meminta perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengikuti standar dan kriteria yang ditetapkan di dalam ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil).
Menurut Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono, sertifikasi lain di luar ISPO tidak perlu menjadi rujukan utama. Apalagi hanya karena tekanan dari non governmental organization (NGO) ada perusahaan sawit sampai menghentikan pembelian TBS (tandan buah segar) dari petani.
”Hal ini juga berlaku bagi perusahaan perkebunan yang terafiliasi dengan perusahaan induk mereka di luar negeri. Mereka tidak perlu mengikuti standar NDPE [no deforestation, no peat development, and no exploitation] karena ini membebani rantai pasok dan ujungnya petani sawit yang dirugikan. Ikuti saja yang ada di ISPO,” kata Kasdi, Kamis (28/2).
Kasdi menyampaikan hal ini menjawab pertanyaan terkait masih terjadinya pemutusan pembelian CPO dari perusahaan pemasok yang dinilai oleh LSM asing tidak memenuhi kriteria NDPE. Padahal perusahaan pemasok tersebut banyak membeli TBS dari perkebunan sawit petani.
Setelah sebelumnya pernah diberitakan Grup Wilmar memutus kontrak pembelian dari Gama Plantations, baru-baru ini suspensi serupa dilakukan oleh Minamas Plantations.
Anak perusahaan Sime Darby Malaysia itu menghentikan pembelian CPO dari salah satu pemasok mereka yaitu Saraswanti Group yang beroperasi di Kalimantan Barat.
Seperti dalam rilis dari Sime Darby, penghentian kontrak pembelian CPO tersebut karena tekanan dari LSM asing Foresthints. Hanya saja, baik pihak Minamas maupun Saraswanti belum bisa dimintai keterangan terkait hal ini.
”Indonesia telah mempunyai aturan yang jelas mengenai praktik-praktik berkelanjutan. Hormati dan ikuti saja ISPO karena hanya aturan itu yang berdaulat di Indonesia. Dalam ISPO kita punya komitmen jelas yakni mendorong petani dan industri untuk memproduksi sawit secara berkelanjutan termasuk ketaatan pada NDPE. Jadi industri tidak perlu terprovokasi dengan persyaratan yang bukan ditetapkan pemerintah,” katanya.
Menurut Kasdi, sejumlah aturan yang diterapkan dalam ISPO telah memenuhi kriteria global dalam penerapan praktik-praktik berkelanjutan. ”Bahkan ke depan kami justru ingin menyederhanakan aturan, sesuai dengan masukan para pelaku usaha perkebunan termasuk petani agar bisa diikuti semua pihak,” katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Gapki (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) Mukti Sardjono mengaku sudah mendengar kabar tentang suspensi pembelian CPO oleh Minamas Plantations kepada anak perusahaan Saraswanti Group.
”Kami menyayangkan terjadinya praktik-praktik tata niaga yang menyebabkan pemutusan pembelian. Apalagi CPO yang diputus itu sebagian hasil olah dari TBS kebun-kebun plasma,” kata Mukti.
Menurut Mukti, perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di Indonesia pada dasarnya telah patuh dengan semua peraturan terkait tata kelola perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.