Bisnis.com, JAKARTA -- Subsidi Mass Rapid Transit (MRT) dinilai perlu bukan untuk mensubsidi orang kaya melainkan subsidi atas kontribusi mengurangi polusi udara.
Pengamat Transportasi Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno, menilai subsidi dalam bentuk apapun untuk MRT yang baru selesai pembangunannya adalah wajib.
"Subsidi tarif MRT bukan mensubsidi orang kaya yang naik MRT, tapi subsidi karena telah mengurangi polusi udara, menghemat penggunaan BBM, dan mengurangi kemacetan," ungkapnya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.
Dia menyebut untuk besarannya tidak dapat sembarangan saja ditentukan, harus melalui kajian ability to pay (ATP) atau kemampuan seseorang membayar jasa pelayanan dan kajian willingness to pay (WTP) atau kemauan seseorang membayar jasa pelayanan.
Sebelumnya, Anggota dewan berbeda pandangan atas tarif MRT dan public service obligation (PSO) yang akan digelontorkan untuk menekan tarif MRT.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik pun mengatakan Pemprov DKI Jakarta belum berkonsultasi kepada DPRD DKI Jakarta terkait tarif MRT dan berapa PSO yang akan digelontorkan.
Menurutnya, seharus Pemprov DKI Jakarta berkomunikasi kepada DPRD DKI Jakarta terlebih dahulu sebelum menetapkan tarif.
"MRT harus dibahas dengan DPRD karena menyangkut subsidi, menyangkut mengambil uang dari rakyat. Mesti dikasiht tahu ke DPRD," kata Taufik, akhir pekan lalu.
Kalaupun tarif MRT tidak mendapatkan PSO dari APBD, Pemprov DKI Jakarta pun juga tetap harus mengkomunikasikan tarif tersebut kepada DPRD DKI Jakarta karena hal tersebut menyangkut uang yang diambil dari rakyat