Bisnis.com, JAKARTA – Tahun 2019 tampak akan sedikit lebih cerah untuk aset-aset pasar negara berkembang (emerging market) di Asia.
Prospek laju pengetatan suku bunga yang kurang agresif oleh Federal Reserve Amerika Serikat (AS), aliran dana masuk asing, dan harga komoditas adalah beberapa faktor yang dinilai menjadi pendorong kinerja ekonomi emerging market tahun ini.
Kendati demikian, kisah perang perdagangan antara AS dan China berikut dampaknya pada pertumbuhan akan membuat para pelaku pasar tetap berhati-hati.
Survei Bloomberg terhadap 14 koresponden yang terdiri dari pakar strategi, pedagang dan investor juga menunjukkan mata uang ringgit Malaysia sebagai favorit mereka di antara delapan mata uang regional.
Ringgit menjadi favorit mata uang yang bakal berkinerja paling cerah tahun ini mengingat kecil kemungkinan bagi bank sentral Malaysia untuk melonggarkan kebijakannya. Di sisi lain, mata uang won Korea Selatan menempati posisi terbawah.
Adapun untuk obligasi, China adalah pilihan utama dalam survei Bloomberg, disusul oleh Indonesia dan Thailand, masing-masing di urutan ke-2 dan 3.
Untuk pasar saham, India, yang akan menyelenggarakan pemilihan presiden tahun ini, berada di peringkat nomor 1, sementara Filipina berada di peringkat terbawah.
“[Sikap] The Fed yang lebih fleksibel pastinya positif untuk Asia, sementara konflik perdagangan AS-China telah diperhitungkan dan menunjukkan tanda-tanda perbaikan, sehingga mendukung skenario rebound,” kata Koji Fukaya, chief executive officer di FPG Securities Co., Tokyo.
“Mengingat hubungan dagang yang erat antara kawasan ini dengan China, isu-isu yang melibatkan ekonomi China adalah faktor yang sangat penting dalam mendorong pasar Asia,” tambahnya, seperti dilansir dari Bloomberg.
Bloomberg JPMorgan Asia Dollar Index memulai tahun ini sedikit lebih tinggi, dengan kenaikan 0,8% sepanjang tahun ini hingga pukul 8.47 pagi waktu Singapura, setelah turun 4% pada 2018, penurunan terbesar sejak tahun 2015.
Adapun indeks saham MSCI Emerging-Market Asia telah membukukan kenaikan sebesar 5,9% sepanjang tahun ini, setelah merosot 17% tahun lalu. Obligasi mata uang lokal di Asia juga mencatat peningkatan sebesar 0,5% selama periode yang sama.
Para responden, yang disurvei antara 8 Januari dan 17 Januari 2019, juga dimintai pendapat mereka soal inflasi dan pandangan kebijakan moneter bank sentral setempat.
Setelah periode kenaikan suku bunga dari sejumlah bank sentral di Asia termasuk Indonesia dan Thailand, responden kini memperkirakan para pembuat kebijakan akan mempertahankan suku bunga acuan seiring dengan meredanya tekanan inflasi dan stabilnya mata uang di masing-masing negara.