Ancang-ancang telah diambil PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau IPC sejak 2016 demi melompat menjadi pelabuhan digital pada 2020. Selama dua tahun terakhir, IPC gencar mengoptimalkan teknologi informasi dan modernisasi infrastuktur dan suprastruktur pelabuhan. Tujuan akhirnya adalah menekan biaya logistik dan mengembangkan ekspor nasional.
Direktur Operasi IPC Prasetyadi mengatakan digitalisasi yang dilakukan IPC mencakup kegiatan di sisi laut maupun darat atau yang disebut Front-End yang terintegrasi dengan Back-End menggunakan Entreprise Resources Planning (ERP)
Di sisi laut, hingga 2018, IPC antara lain telah menerapkan aplikasi Vessel Management System (VMS), Vessel Traffic System (VTS), Automatic Identification System (AIS), dan Marine Operating System (MOS). Di sisi darat, peraih penghargaan Global Performance Excellent Award 2018-Best in Class itu telah menerapkan aplikasi Terminal Operating System untuk Peti Kemas dan Non Peti Kemas, Autotally, Autogate, Delivery Order online (DO Online), Integrated Container Freight Station (CFS), Tempat Penimbunan Sementara (TPS) online, Integrated Billing System (IBS) yang meliputi e-registration, e-booking, e-tracking, e-payment, e-invoice, dan e-customer care.
"Digitalisasi ini sifatnya bukan sekadar dari mengubah manual menjadi digital, melainkan juga melakukan integrasi dari end to end. Jadi nyambung. Jadi, apabila pelayanan kapal sudah selesai, maka datanya bisa difeedingkan ke Terminal sampai barang keluar dari Terminal Lini I ke Lini II. Tidak putus-putus. Jadi, digitalisasi dan integrasi," kata Prasetyadi.
Penerapan digitalisasi tidak terpisah dari kelancaran arus barang dan kendaraan di area pelabuhan. IPC mulai Oktober 2018 membuka kantong parkir truk kontainer alias buffer area di Pelabuhan Tanjung Priok untuk menampung truk-truk kontainer yang sedang menunggu antrean bongkar muat barang di Terminal Operator (TO) 1, TO2, dan TO3. Dengan demikian, truk-truk tidak lagi parkir di jalan-jalan di dalam area pelabuhan.
Alur Truk di Buffer Area dan Terminal IPC
Perusahaan trucking dapat menghemat bahan bakar karena mesin truk dimatikan selama parkir. Pengemudinya pun dapat beristirahat sambil menanti giliran bongkar muat sebagaimana tercantum dalam jadwal yang ditentukan terminal.
Prasetyadi menyebutkan kantong parkir seluas 2 hektare (ha) itu mampu menampung sekitar 100 unit truk sekali masuk. Dengan asumsi satu truk parkir selama 1 hingga 2 jam, buffer area mampu menangani sekitar 1.200 truk per hari.
Jumlah ini, tutur dia, cukup mengurangi kemacetan di area pelabuhan meskipun belum signifikan mengingat jumlah truk yang hilir-mudik di Tanjung Priok mencapai 20.000 unit per hari.
"Jadi, paling tidak itu mengurangi kemacetan dulu. Memang kalau untuk menampung semua belum, tapi kami akan lakukan bertahap sehingga nanti semua truk yang akan masuk Priok lebih mudah lagi, lebih cepat lagi."
Sembari terus menyosialisasikan kepada asosiasi pengusaha truk, IPC berencana membuka kantong parkir lagi di atas lahan seluas 5 ha di dekat Terminal Kalibaru, terutama untuk mengakomodasi truk-truk kontainer dari arah Bekasi, Cikarang dan Karawang. Daya tampung buffer area itu bakal dua kali lipat dari kapasitas fasilitas yang ada saat ini.
IPC juga berencana memperkenalkan program single Truck Identity Database (TID) yang merupakan basis data truk yang hilir mudik di pelabuhan-pelabuhan IPC. Setiap truk nantinya memiliki kartu yang di dalamnya memuat data nomor truk, nama perusahaan, dan nama pengemudi. Kartu itu menjadi alat akses ke setiap terminal di pelabuhan IPC. Saat ini, setiap terminal masih menerapkan kartu TID yang berbeda-beda.
TID akan diperkenalkan dalam paruh pertama tahun ini. Untuk tahap awal, program satu data bagi truk itu akan diterapkan di Tanjung Priok dan selanjutnya merambah ke pelabuhan lain di Jawa, Banten, dan Sumatra, yang sudah menerapkan gate system.
Bagi IPC, satu data akan menjamin keamanan terminal. Bagi perusahaan truk, armadanya tidak perlu berganti-ganti kartu saat berpindah-pindah terminal. Kartu juga dapat berperan sebagai e-payment untuk membayar tol.
IPC menargetkan seluruh 12 cabang tahun ini sudah memiliki sistem digital yang setara walaupun dengan skala yang berbeda-beda, bergantung pada aktivitas di setiap pelabuhan. Beberapa aplikasi penting sudah terinstalasi di seluruh cabang, seperti VMS, VTS, AIS, dan TOS. Namun, aplikasi yang lain, misalnya MOS, hanya untuk pelabuhan yang mempunyai trafik kapal yang tinggi dan disandari kapal-kapal besar.
IPC meyakini pengguna jasa, yang menggunakan jasa di pelabuhan IPC, memetik setidaknya tiga manfaat dari digitalisasi yang dilakukan perseroan, yakni transparansi, kecepatan pelayanan, dan biaya logistik yang ekonomis.
"Transparan karena tarifnya sudah ada di-publish di sistem, cepat karena waktu pelayanan yang lebih cepat dan efisien, dan ongkos lebih murah karena biayanya terkontrol."
Dari sisi arus barang, produksi bongkar muat kontainer IPC meningkat dari 6,9 juta TEUs pada 2017 menjadi 7,4 juta TEUs pada 2018.
Menengok peta jalan (roadmap) selama 2016-2020, tahun ini IPC menginjak tahap sustainable superior performance, di mana perusahaan memiliki target yang berfokus pada tiga hal, yakni strategi pertumbuhan, konektivitas nasional, dan ekspansi global.
Prasetyadi mengakui seluruh pengembangan sistem digital selama dua tahun ini masih bersifat internal yang melibatkan stakeholder di lingkungan pelabuhan seperti Shipping Line, Forwarding, Bea Cukai, Karantina dan lain-lain.
IPC ingin melangkah lebih jauh, yakni melakukan peran sebagai Trade Facilitator yaitu melakukan integrasi sistem dengan ekosistem di luar pelabuhan seperti cargo owner, main line operator, kawasan industri, perusahaan logistik dan lain-lain melalui sistem digital mulai tahun ini menggunakan platform Freight Marketplace dan Logistic Community System.
Singkatnya, IPC ingin menjadi trade facilitator di Indonesia. Dengan demikian, pada 2020 IPC betul-betul memantapkan posisinya menjadi digital port sekaligus menjadi pengelola pelabuhan kelas dunia yang unggul dalam operasional dan pelayanan.