Bisnis.com, JAKARTA - Himpunan Masyarakat Produsen Garam Indonesia meyakinkan masyarakat bahwa proses produksi garam rakyat saat ini sudah cukup baik.
Ketua HMPG Indonesia, Edi Ruswandi menyampaikan proses produksi garam lokal dilakukan dengan proses yang panjang dan menjamin kualitas mutu.
"Proses tersebut dimulai dari pembenahan lahan tambak dan memasukan air laut dengan salinitas yang diukur boum meter suhu 3 Be ke tandon air tua," kata Edi saat dihubungi Bisnis, Jumat (11/1/2019).
Edi melanjutkan, air laut tersebut lalu dialirkan selama 10-15 hari, dijemur dibawah terik panas matahari, kemudian air tua yang sudah berumur 10 hari --15 hari dimasukan kemeja kristal selama 5 hari --7 hari.
"Selanjutnya, setelah lewat waktu 5 hari -- 7 hari, dipetik curai dan dicuci kembali dengan air tua. Kemudian, disimpan di tempat yang kering untuk ditiriskan selama 1 hari -- 2 hari," lanjut Edi.
Setelah proses panjang tersebut, garam yang sudah diproduksi kemudian dimasukkan ke dalam karung dan dijual kepada para konsumen pengguna garam untuk diolah sesuai dengan kebutuhan Industrinya.
Namun demikian, apabila pada prosesnya keluar buih seperti busa dia menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan proses alami.
"Karena setiap air apabila dimasukkan benda seperti garam dan dikocok [akan terlihat] berbusa," katanya.
HMPG Indonesia mencatat sampai pada 15 Desember 2018 stok sisa garam lokal yang masih tersimpan di gudang-gudang petambak dan PT Garam jumlahnya masih sekitar 1,28 juta ton dengan perkiraan nilai Rp2 triliun.
Akan tetapi, menurutnya sisa stok tersebut saat ini ada kemungkinan sudah turun sebesar 10%. Artinya masih ada sekitar 1,16 juta ton.
Oleh karena itu dia berharap stok garam lokal yang saat ini masih tersisa tersebut dapat terserap oleh pasar hingga April 2019.