Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Siapkan Insentif untuk Fintech yang Melayani Daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T)

Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan siap memberikan insentif bagi perusahaan finansial teknologi, utamanya peer to peer lending (P2P lending) yang bersedia melayani masyarakat unbankable di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). 
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudi Antara berbicara pada Indonesia Japan Digital Nexicorn Meet Up, di Jakarta, Selasa (12/9)./JIBI-Dedi Gunawan
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudi Antara berbicara pada Indonesia Japan Digital Nexicorn Meet Up, di Jakarta, Selasa (12/9)./JIBI-Dedi Gunawan
Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan siap memberikan insentif bagi perusahaan finansial teknologi, utamanya peer to peer lending (P2P lending) yang bersedia melayani masyarakat unbankable di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). 
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyatakan bahwa apabila perusahaan-perusahaan P2P lending itu dapat menyasar masyarakat yang unbankable di daerah remote tersebut maka akan mampu mempercepat peningkatan inklusi keuangan di Tanah Air yang tahun ini ditargetkan mencapai sebesar 75%.
"Saya sudah bicara dengan OJK [Otoritas Jasa Keuangan], itu fintek yang khususnya P2P lending harus bisa menyasar masyarakat yang unbankable atau orang-orang yang selama ini belum bisa mendapatkan layanan perbankan," tuturnya sesaat sebelum mengikuti Rakor E-commerce, di Kemenko Perekonomian, Rabu (9/1/2019).
Rudiantara menilai bahwa praktek yang dilakukan oleh P2P lending selama ini, dinilai tidak akan bisa mendongkrak peningkatan inklusi keuangan di Tanah Air. Pasalnya, katanya, para pelaku fintek saat ini masih menyasar masyarakat yang justru telah tersentuh layanan perbankan. 
"Buktinya selama ini di persyaratannya harus memiliki rekening bank, kan itu artinya sudah tersentuh oleh bank. Harusnya fintek ini menyasar yang unbank, terutama di daerah remote yang belum banyak tersentuh perbankan," ujarnya.
Rudiantara mengaku bisa memberikan insentif kepada pelaku fintek dalam bentuk subsidi biaya transaksi agar biaya operasional mereka bisa semakin murah, asalkan untuk melayani masyarakat di 122 kabupaten di Tanah air yang masuk dalam daerah 3T sesuai dengan Perpes 131.
Pasalnya, berdasarkan Perpres No.131, pihaknya boleh membangun langsung tidak langsung meningkatkan aksesibilitas bagi masyarakat di 122 kabupaten tersebut. 
"Saya bisa memberikan insentif. Kalau itu dilakukan di daerah T3 yang berdasarkan Perpres 131, ada 122 kabupaten yang saya bisa stap in, saya bisa beri subsidi untuk biaya transaksinya bagi player fintek ini," ujarnya.
Menurutnya, apabila hal tersebut dapat dilakukan bersama-sama dengan dukungan sejumlah instansi atau lembaga lainnya, seperti Otoritas Jasa Keuangan ataupun Bank Indonesia, maka target peningkatan inklusi keuangan di Tanah Air akan semakin mudah direalisasikan.
"Kalau ini bisa dilakukan semua stakeholder bersama-sama, misalnya apakah BI atau OJK juga bisa menyediakan suatu kredit sistem, maka risiko yang dihadapi pelak fintek juga semakin berkurang," ujarnya. 
Kendati demikian, pihaknya saat ini mengaku belum memiliki hitungan pasti seberapa besar dampak bagi peningkatan inklusi keuangan di Tanah Air apabila hal tersebut dapat diwujudkan.
"Tugas saya memfasilitasi agar itu [inklusi keuangan] bisa cepet. Saya sudah bicara dengan OJK agar fintek ini menyasar ke unbank tadi. Dan kita harus berfikir bagaimana bisa menstimulasi, memberikan insentif kepada player [pelaku fintek] untuk menyelenggarakan layanannya di daerah yang unbank tadi," terangnya. 
Pihaknya juga menambahkan bahwa pelaku fintek P2P lending juga tidak peduli merasa akhawatur bahwa rasio kredit bermasalah mereka akan mengalami peningkatan apabila melayani masyarakat di daerah 3T tersebut.
Pasalnya, pada daerah-daerah seperti itu justru masih terdapat sistem sosial yang hingga kini masih bertahan yang mana hal itu diyakini bisa mendorong tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar pinjaman pinjaman.
"Masyarakat seperti itu tertib. Misalnya pengalaman saya, di Sumbar itu, banyak orang yang memiliki pinjaman dengan cicilan Rp25.000 seminggu, tapi NPL 0%. Kenapa?, karena ada sistem sosial di sana, terutama bagi yang beragama Islam, yakni apabila ada yang menunggak setoran mingguannya itu maka akan diumumin di masjid saat Jumatan," terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Achmad Aris

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper