Bisnis.com, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,15% sepanjang 2018.
Dirinya menyebut pertumbuhan itu terutama didorong oleh pertumbuhan konsumsi dan investasi meski berada di tengah ketidakpastian global.
"Seluruh response policy dari gejolak mulai terasa pada kuartal akhir. Namun, tetap angkanya terjaga di angka 5,15%," ujarnya di Jakarta, Rabu (2/1/2019).
Jika perkiraan tersebut benar, maka ini menjadi salah satu asumsi makro yang meleset di dalam APBN 2018. Dalam APBN 2018, pemerintah menargetkan angka pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4%
Di samping itu, beberapa indikator lain seperti nilai tukar rupiah, harga minyak mentah, dan target lifting migas juga tercatat berada di bawah target.
Nilai tukar rupiah mengalami deviasi yang cukup tajam. Dari yang tercantum dalam asumsi APBN senilai Rp13.400 per dolar AS, realisasinya sekitar Rp14.247 per dolar AS sepanjang 2018.
Sementara itu, acuan harga minyak per barel turut terdeviasi tajam. Dari asumsi makro APBN 2018 yang mencantumkan harga minyak mentah senilai US$48 per barel, nyatanya bergerak di kisaran US$67,5 per barel.
Target lifting minyak yang diasumsikan mencapai 800.000 barel per hari sepanjang tahun lalu, terealisasi sebanyak 776.000 barel per hari.
Sri Mulyani menyebut terdapat berbagai tantangan yang terjadi selama 2018. Beberapa di antaranya adalah normalisasi kebijakan moneter AS, perang dagang antara AS dan China, fluktuasi nilai tukar rupiah, dan harga komoditas
"Itu semua kemungkinan masih berlanjut pada 2019," tuturnya.
Meski demikian, Sri Mulyani mengungkapkan APBN 2018 menjadi yang pertama kalinya dalam 15 tahun terakhir di mana tidak dilakukan perubahan APBN pada tengah tahun berjalan.