Bisnis.com, JAKARTA — PT Wijaya Karya Tbk. akan mempercepat pembebasan lahan proyek Kereta Cepat Jakarta—Bandung sepanjang 142,30 kilometer supaya selesai pada akhir tahun ini guna mengejar percepatan penyelesaian megaproyek tersebut dari medio 2022 menjadi pada akhir 2021.
Direktur Operasi I PT Wijaya Karya Tbk. (WIKA) Agung Budi Waskito mengatakan bahwa saat ini pembebasan lahan sudah mencapai 86% dan diharapkan dapat selesai seluruhnya sampai akhir tahun ini. Beberapa wilayah yang belum dibebaskan lahannya merupakan lahan fasilitas umum dan fasilitas sosial.
“Yang belum itu di daerah Karawang dan Walini, total yang belum bebas sudah 14% mudah-mudahan bisa tahun ini selesai,” kata Agung kepada Bisnis.com, Selasa (11/12/2018).
Kendati pembebasan lahan belum sepenuhnya selesai, menurut Agung, pekerjaan struktur dan fisik proyek dilakukan secara masif.
Dia mengakui bahwa realisasi konstruksi masih rendah yakni 3,62% dari target 6,23% per November karena sebelumnya terhalang pembebasan lahan.
Saat ini, tuturnya, pengerjaan konstruksi mulai masif dilakukan di wilayah yang sudah bebas sembari menunggu pembebasan lahan yang belum rampung. Beberapa pengerjaan yang sudah dilakukan, misalnya, untuk pembangunan terowongan.
Baca Juga
“Sebelumnya kami ingin start bulan Agustus, tetapi baru mulai September. Oktober—November persiapan dan memulai fisik, Desember gencar konstruksi kami lakukan di semua lokasi,” papar Agung.
Dia menjelaskan bahwa kendati sempat meleset dari target, lini masa pengerjaan saat ini masih sesuai dengan target.
Pengerjaan proyek seharusnya selesai pada pertengahan 2022, tetapi WIKA berupaya mempercepat penyelesaian sampai akhir 2021.
PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) merupakan investor dalam proyek Kereta Cepat Jakarta—Bandung. Sebanyak 60% kepemilikan saham perusahaan dimiliki oleh konsorsium lokal melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia, sedangkan 40% sisanya dimiliki oleh konsorsium China, yakni Beijing Yawan HSR Co. Ltd.
Dari kepemilikan konsorsium lokal tersebut, WIKA menguasai saham terbesar yakni 38%, diikuti oleh PT Kereta Api Indonesia sebesar 25%, PT Perkebunan Nusantara VIII sebesar 25%, dan PT Jasa Marga Tbk. sebesar 12%.
Nilai investasi megaproyek tersebut sekitar Rp80 triliun dengan pemenuhan pembiayaan sebanyak 75% atau Rp60 triliun dipenuhi dari utang melalui China Development Bank. Sebanyak 25% sisanya yakni Rp20 triliun dipenuhi dari ekuitas KCIC.