Bisnis.com, JAKARTA-- Pemerintah meminta PT. Pertamina (Persero) dan produsen lainnya segera merealisasikan proyek gasifikasi batu bara.
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan jika proyek gasifikasi cepat direalisasikan, hal itu bisa mengurangi ketergantungan impor LPG.
Dalam paparannya, Jonan mengatakan konsumsi LPG per tahun mencapai 6,7 juta ton sampai 6,8 juta ton.
Dari jumlah tersebut, 70% gas diperoleh dari impor mengingat produksi gas dalam negeri hanya bisa mencukupi kebutuhan konsumsi LPG sebesar 30% atau mencapai 1,3 juta sampai 1,4 juta per barel setara dengan minyak.
"Kami akan mandatkan [Pertamina] segera mempercepat proyek gasifikasi batu bara. Itu kita impor LPG setahun sampai US$3 miliar atau Rp5 triliun. Kalau tidak ada subtitusinya, kita akan menjadi negara yang impor aja terus-terusan," kata Jonan, Kamis (29/11/2018).
Oleh karena itu, untuk menekan angka impor gas, Jonan mendorong gasifikasi dengan cara mengkonversikan batu bara menjadi dimethyl ether (DME).
Baca Juga
"Saya mau kumpulkan perusahaan batu bara, saya mau bicara dengan mereka. Orang bilang ribet memang coal tidak bisa ganti LPG, musti ganti sekian komponen tungku tapi ya harus dilakukan. Kalau impor terus ya diketawain kita," tegasnya.
Senada, Fajar Harry Sampurno selaku Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN meminta agar proyek gasifikasi mulai direalisasikan akhir tahun ini.
Sebab itu, bekerjasama dengan PT. Bukit Asam, Dirut Pertamina Nicke Widyawati mengatakan pihaknya akan mengoptimalisasikan batu bara untuk penggunaan DME.
"Kalau bisa akhir tahun ini udah buat gasifikasi di Peranap, Riau. Lalu yang kerja sama dengan Pupuk Indonesia dan Bukit Asam di Tanjung Enim buat DME. Jauh lebih siap tentu di Peranap karena teknologi dari Shell dan GE yang dipunyai Air Product. Jadi enggak dari nol lagi," katanya.
Sebelumnya, Nicke Widyawati selaku Direktur Utama PT. Pertamina juga mengakui adanya pembengkakan impor gas untuk LPG.