Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Panel Kayu Indonesia atau Apkindo mengaku siap menyambut tawaran pemerintah untuk berkolaborasi dalam hutan tanaman rakyat untuk mendongkrak produksi bahan baku kayu dalam negeri.
Ketua Umum DPP Apkindo, Martias mengatakan hutan rakyat, khususnya hutan tanaman rakyat dari Perhutanan Sosial, belum bisa dioptimalkan 100% untuk industri kayu panel. Martias menjelaskan, penerapan industri di hutan rakyat juga tidak bisa disamakan di seluruh Indonesia.
“Misalnya saja tanah di Jawa untuk tanaman rakyat itu bagus, seperti untuk sengon, tetapi kalau di luar Jawa, sengon tidak bisa tumbuh dengan optimal, sementara kita tak hanya menghadapi pulau Jawa saja,” terang Martias kepada Bisnis, Senin (26/11/2018).
Dia menyebut, ke depannya, pelaku usaha memang perlu beralih dari perhutanan tanaman ke bentuk pertukangan kayu, mengingat semakin tingginya angka penduduk yang akan membutuhkan papan atau perumahan.
Martias berharap agar Indonesia bisa kembali ke masa-masa kejayaan yang mana pada sepanjang 1987-1997 bisa menghasilkan devisa US$3,4 miliar per tahun dan volume ekspor rata-rata 8,4 juta meter kubik.
Ada pun angka ini menyumbang 4% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Oleh sebab itu, salah satu upaya untuk mengembalikan kejayaan para pelaku usaha kayu adalah dengan mengembangkan hutan tanaman. Menurut Martias bisnis kayu perlu dikembangkan agar tidak hanya mengandalkan pulp and paper.
“Kalau kita mengembangkan dari hutan tanaman untuk bahan baku yang sustainable ke depoannya, bisa 30.000 hektar hutan tanaman industri (HTI) untuk setiap tahunnya 3.000 hektare, sehingga dalam 10 tahun Indonesia punya sustainable untuk kayu,” jelas Martias.
MASALAH PERMODALAN
Selain masalah tentang kebutuhan bahan baku berasal dari hutan tanaman industri, masalah lainnya adalah tingginya baiay produksi akibat kenaikan harga kayu bulat dan BBM, serta bahan pendukung lainnya. Ditambah lagi, industri kayu lapis harus menambah lebih dari 50% ekstra modal kerja akibat harus menanggung PPN atas kayu bulat yang proses restitusinya sulit dan memakan waktu yang lama bahkan sampai dua tahun.
“Problemnya, HTI itu harus pakai modal 100% kalau pakai itu berat seperti bank memberi kredit. Problem bank sekarang diakses dengan ketentuan OJK,” terang Martias.
Dia berharap ada kebijakan pemerintah khusus untuk HTI, yang bisa menjaminkan skema Fiducia, yakni semua skema untuk nilai tanaman yang discover dengan indikator kebakaran, juga asuransi, sehingga bank bisa aman.
“Nah kalau dapat perusahaan tanaman HTI bisa dapat pinjaman bank lebih sustainable,” sambung Martias.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono mengatakan alokasi lahan dari Perhutani sekitar 4,5 juta hektare, sementara 2,5 juta hektare masih berstatus belum jelas.
“Sehingga saya perlu pemikiran APKINDO peremajaan kelapa sawit rakyat di Deli Serdang, dan itu agak lambat targetnya 9.000 hektare. Di Riau ada 11.000 hektare. Kita juga sedang merancang peremajaan karet rakyat, itu setahun 250-300 ribu hektare, dan butuh waktu 25 tahun untuk meremajakan untuk diulang lagi,” kata Bambang.