Bisnis.com, JAKARTA—Aktivitas manufaktur Jepang berekspansi dalam laju terlambatnya dalam dua tahun pada November. Selain itu, permitaan baru juga berkontraksi untuk pertama kalinya sejak September 2016.
IHS Markit/Nikkei mencatat, data flash untuk Indeks Pembelian Manajer (Purchasing Managers’ Index/PMI) Jepang turun menjadi 51,8 pada November, dari 52,9 pada bulan sebelumnya.
Kendati tingkat PMI tersebut masih berada di atas level 50 yang memisahkan area ekspansi dan kontraksi, penurunan yang terjadi telah menimbulkan keraguan mengenai prospek pertumbuhan Negeri Sakura untuk kuartal terakhir di tahun ini.
Pasalnya, data flash tersebut merupakan yang terlemah sejak November 2016 dan memperlihatkan penurunan signifikan dari bulan Oktober.
“Tren dasarnya kini bergerak ke area negatif (downside). Tentu saja, permintaan baru yang turun juga mengkhawatirkan karena momentum perlambatan ekonomi global terjadi bersamaan dengan latar belakang domestik yang lemah, selanjutnya dapat menekan permintaan untuk kuartal IV/2018,” kata Joe Hayes, ekonom IHS Markit, seperti dikutip Reuters, Senin (26/11/2018).
Adapun data tersebut menunjukkan bahwa pelaku sektor manufaktur mulai mengurangi ekspektasi untuk ke depannya. Sebelumnya, para pelaku manufaktur masih optimistis bahwa hasil produksi dapat tumbuh.
Lebih lanjut, indeks untuk permitaan baru juga turun menjadi 49,6 pada November dari 52,6 pada bulan sebelumnya.
Sementara itu, permintaan ekspor baru, yaitu indikator utama untuk pengiriman dari Jepang, menunjukkan ekspansi walaupun dalam laju lambat sebesar 50,8 dibandingkan 51,1 pada bulan sebelumnya dan hasil produksi juga berekspansi tapi lebih lambat dari bulan sebelumnya.
Adapun Jepang sebagai ekonomi terbesar ketiga di dunia sempat tertekan pada kuartal III/2018 ketika terjadi banyak bencana alam.
Meskipun ekonomi Jepang diharapkan kembali tumbuh pada kuartal IV/2018, pelemahan permintaan global dan eskalasi perang dagang AS—China masih menjadi awan hitam bagi negara yang bertopang terhadap kinerja ekspor tersebut.