Bisnis.com, JAKARTA - Revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) dinilai tidak efektif dalam meningkatkan investasi asing, sebab realisasinya selalu lebih rendah.
Ekonom Indef, Bhima Yudhistira, mengungkapkan sebelumnya pemerintah melalui paket kebijakan X pada 2016 sudah membuka ruang untuk investasi asing cukup besar.
"Revisi DNI pernah dicoba, hasilnya pertumbuhan realisasi investasi tidak signifikan. Bahkan di kuartal III lalu, investasi asing langsung atau FDI anjlok minus 20,2% dibanding posisi yang sama pada 2017," jelasnya kepada Bisnis, Minggu (18/11/2018).
Dia mengungkapkan keheranannya terhadap resep pemerintah menarik investasi dengan relaksasi DNI. Menurutnya, resep ini tidak sesuai dengan fakta yang ada.
Pemerintah, terangnya, perlu melihat masalah struktural yang menjadi akar permasalahan. Menurunnya, perizinan masih rumit, administrasi pembayaran pajak peringkat di EoDB di atas 100.
"Kemudian birokrasi daerah yang lambat, korupsi dan pembebasan lahan butuh waktu lama. Itu yang harus diselesaikan dulu baru investor akan masuk, ini paket saya bilang setengah matang tidak ada yang spesial dan prematur," paparnya.
Baca Juga
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan sulit mengubah pandangan masyarakat yang selalu melihatnya sebagai masuknya asing ke dalam negeri. Padahal, sudah 70 tahun merdeka Indonesia masih banyak yang belum dimiliki.
"Akibatnya begitu ekonominya tumbuh impornya meledak karena enggak ada barangnya, sehingga kalau melihat nanti itu kita bukan hanya barang, jasa juga kita buka," ujarnya akhir pekan lalu.
Menurutnya, terlalu banyak sektor usaha yang selama ini kosong atau kurang berkembang padahal ada kebutuhan untuk mengembangkannya, termasuk guna mendorong ekspor dan menciptakan substitusi impor.
Karena kekosongan tersebut jelas Darmin membuat ekonomu tumbuh pasti diiringi peningkatan impor. Dengan demikian, inilah yang disasar pemerintah supaya kekosongan ini diisi investasi dan kebutuhan terpenuhi.
"Coba lihat ada berapa barang sih yang dihasilkan Indonesia, kalau baju ada yang dihasilkan Indonesia, tapi begitu urusan kosmetiknya perempuan coba lihat yang Indonesia mungkin hanya ada satu dua merek dagangnta, yang lain itu merek asing yang investasi di sini," paparnya.