Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

51 Bidang Usaha dalam DNI 2016 Tak Laku Sama Sekali

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan hasil evaluasi terhadap 515 bidang usaha yang termasuk dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) seperti yang terdapat pada Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 masih perlu optimalisasi.
Menko Perekonomian Darmin Nasution (kanan) didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani (dari kiri), Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dan Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi XVI di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (16/11/2018)./ANTARA-Puspa Perwitasari
Menko Perekonomian Darmin Nasution (kanan) didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani (dari kiri), Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dan Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi XVI di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (16/11/2018)./ANTARA-Puspa Perwitasari

Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan hasil evaluasi terhadap 515 bidang usaha yang termasuk dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) seperti yang terdapat pada Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 masih perlu optimalisasi.

Pasalnya, meskipun secara kuantitas terdapat peningkatan jumlah komitmen investasi yang masuk, tapi secara kualitatif belum optimal. Dari hasil evaluasi terlihat bahwa yang menunjukkan minat investasi kurang dari 50%, sehingga masih perlu untuk ditingkatkan.

Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kemenko Perekonomian Bambang Adi Winarso mengatakan bahwa lahirnya kebijakan DNI 2018, yang dirilis pada Jumat (16/11/2018), sejalan dengan keinginan untuk meningkatkan investasi. Maka, semestinya jumlah bidang usaha yang masuk daftar tersebut sebelumnya harus dikurangi agar ada perluasan.

"Kami evaluasi DNI yang 2016 seperti di Peraturan Presiden (Perpres) 44/2016. Kesimpulannya, walaupun ada kenaikan komitmen investasi dari Penanaman Modal Asing (PMA) tetapi secara kualitatif masih bisa kami optimalkan," ujarnya, Jumat (16/11).

Bambang menjabarkan bahwa secara kuantitas komitmen investasi selama dua tahun pascalahirnya DNI 2016, yakni kuartal III/2016-kuartal II/2018, total komitmen PMA sebesar US$15.479.739 atau naik 108,6% dibandingkan kuartal III/2014-kuartal II/2016 dengan total komitmen PMA yang hanya sebesar US$7.420.126.

Adapun total komitmen PMDN pada kuartal III/2016-kuartal II/2018 mencapai Rp181,7 triliun atau meningkat 82,5% dari kuartal III/2014-kuartal II/2016 yang sebesar Rp99,5 triliun.

"Secara kualitatif terdapat 82% atau sebanyak 83 dari 101 bidang usaha yang memberikan keterbukaan lebih pada PMA [di luar kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)], diketahui belum optimal, di mana terdapat 51 bidang usaha yang tidak ada peminatnya sama sekali," ungkapnya.

Secara terperinci, berdasarkan DNI 44/2016, diketahui bahwa dari total 41 bidang usaha yang statusnya dikeluarkan saat itu, ternyata yang belum optimal sebanyak 22 bidang usaha dan 13 bidang di antaranya tidak ada peminatnya sama sekali.

Lalu, dari total 13 bidang usaha yang sebelumnya hanya PMDN menjadi diperbolehkan PMA, ternyata 13 bidang usaha juga tidak ada peminatnya. Lalu, untuk total 47 bidang usaha yang termasuk dalam peningkatan kepemilikan PMA, diketahui 25 di antaranya tidak ada peminat sama sekali.

Dengan demikian, total 51 bidang usaha tak ada peminatnya sama sekali.

Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Edy Putra Irawady mencontohkan bidang usaha yang tidak ada peminatnya sama sekali antara lain gelanggang olah raga, baik sport center maupun kegiatan olahraga lainnya. Selain itu, jasa pengetesan pengujian kalibrasi pemeliharaan dan perbaikan peralatan kesehatan serta penyediaan dan pengusahaan pelabuhan sungai dan danau.

Menurutnya, salah satu kesimpulan atas pelaksanaan DNI 2016 yang belum optimal tersebut adalah kurangnya sosialisasi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Annisa Margrit

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper