Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Buka Peluang Peringan Sanksi Denda Pelanggar B20

Pemerintah membuka peluang untuk meringankan pengenaan saksi denda bagi badan usaha yang terbukti bertanggungjawab atas terkendalanya di awal implementasi mandatori biodiesel 20% (B20) bagi sektor non public service obligation (non PSO).
Ilustrasi bahan bakar Biodiesel B20/Reuters-Mike Blake
Ilustrasi bahan bakar Biodiesel B20/Reuters-Mike Blake

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah membuka peluang untuk meringankan pengenaan saksi denda bagi badan usaha yang terbukti bertanggungjawab atas terkendalanya di awal implementasi mandatori biodiesel 20% (B20) bagi sektor non public service obligation (non PSO).

Peluang untuk memberikan besaran denda yang lebih ringan tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto usai menghadiri Rapat Koordinasi terkait B20 di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kamis (15/11/2018).

Djoko Siswanto mengakui bahwa pada awal pelaksanaan implementasi mandatori B20 masih belum bisa berjalan 100% lantaran terdapat sejumlah kendala, seperti sarana dan fasilitas yang belum maksimal mendukung kesuksesan program tersebut.

"Tadi saya sampaikan, salah satu alasannya kan karena sarana fasilitasnya belum seluruhnya 100%. Nah, apakah ini bisa menjadi alasan untuk meringankan dendanya itu atau tidak," tuturnya Kamis (15/11).

Menurutnya apabila melihat alasan tersebut, maka bisa saja sanksi denda bagi badan usaha bahan bakar minyak (BU BBM) maupun badan usaha bahan bakar nabati (BU BBN) yang terbukti melakukan pelanggaran atas Implementasi B20, bisa diringankan.

"Iya jadi di denda tapi mungkin ngga sesuai perkiraan awal," ujarnya.

Sementara itu diketahui sebelumnya bahwa usai menghadiri Rakor B20 pada Jumat (28/9/2018) malam, Djoko Siswanto mengatakan bahwa setidaknya bakal terdapat 6 badan usaha yang terancam denda sebesar Rp6.000 per liter lantaran disinyalir sebagai pihak yang dinilai lalai melaksanakan mandatori B20.

Enam badan usaha tersebut terdiri dari lima Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BUBBN) dan satu Badan Usaha Bahan Bakar Minyak (BUBBM).

Namun demikian, pihaknya masih enggan membeberkan siapa saja badan usaha yang terancam denda tersebut.

"Dugaan awal ada enam badan usaha yang bakal dikenakan denda. Dari enam itu ada lima BUBBN dan satu BUBBM," ujarnya saat ditemui di Kemenko Perekonomian, Jumat (28/9/2018) malam.

Pihaknya belum bersedia membeberkan nama nama badan usaha tersebut lantaran masih menunggu hasil evaluasi dari tim evaluasi sesuai standar operasional prosedur (SOP) penindakan yang saat ini juga tengah diselesaikan penyusunannya.

Djoko menerangkan bahwa sejumlah badan usaha itu diduga sebagai sebagai pihak yang bertanggungjawab dikarenakan ditemukan fakta di lapangan bahwa masih terdapat peredaran B0 di pasaran.

Padahal, sesuai ketentuan, semenjak mandatori B20 di perluas per 1 September 2018, seharusnya tidak ada lagi peredaran B0 dilapangan.

"Alasan kenapa bakal kena denda karena memang faktanya masih ada B0. Nah dari situ bakal ketahuan siapa nih yang salah, BUBBM-nya yang nggak nyampur atau BUBBN-nya yang nggak suplai," ujarnya.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui bahwa saat ini memang terdapat sejumlah badan usaha yang terancam denda karena diduga kalau melaksanakan mandatori B20.

"[6 badan usaha bakal kena denda?] Ah kalian dapat bocoran dari mana?. Pokoknya ada memang. Saya ga mau kasi informasi berapa berapanya," ujarnya, Jumat (28/9) malam.

Opung Darmin - panggilan akrab Menteri Darmin pun sebelumnya telah memastikan bahwa pemerintah tidak akan memberikan perlakuan khusus bagian pihak yang dinilai bersalah dengan pengenaan denda sebesar Rp6000 per liter.

Pasalnya pengenaan denda tersebut harus dilakukan sebagai bentuk konsekuensi atas pelanggaran komitmen yang telah disepakati dan juga sebagai bentuk penegakan aturan.

"Kalau enggak didenda, nanti disepelekan dianggap gampang. Maksudnya begitu. Berat, karena dendanya gede Rp6.000 per liter. Itu sama dengan harga barangnya itu sendiri," ujarnya.

Adapun seperti diketahui bahwa Kementerian ESDM telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM No.41/2018 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel dalam kerangka pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit, yang berisi kewajiban badan usaha menggunakan biodiesel dan sanksinya.

Pada salah satu pasal di beleid tersebut disebutkan bahwa terdapat sanksi administratif berupa denga Rp6.000/liter dan pencabutan izin usaha bagi yang tidak mencampur 20% BBN ke BBM. Sanksi itu berlaku bagi produsen BBN ataupun penghasil BBM.

Akan tetapi, Badan Usaha BBM (BU BBM) tidak akan dikenakan sanksi jika ada keterlambatan, keterbatasan, dan/atau ketidakadaan pasokan BBN Jenis Biodiesel dari Badan Usaha BBN (BU BBN) Jenis Biodiesel.

Kemudian bebas sanksi juga kalau ada ketidaksesuaian pasokan BBN Jenis Biodiesel dengan kualitas yang disepakati dalam kontrak.

Adapun untuk pengawasan kewajiban kedua jenis badan usaha dilakukan oleh tim pengawas yang terdiri dari Kementerian ESDM, Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas, dan BPDP Kelapa Sawit.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper