Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Arcandra Tahar: Perlu Cara Baru Lelang Blok Migas Agar Diminati Investor

Wakil menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan bahwa perlu cara baru untuk menjual blok migas di Indonesia. Pasalnya, cara-cara lama yang digunakan selama ini terbukti tidak efektif dan minim hasil.
Ilustrasi pengeboran minyak./Bloomberg-Jeyhun Abdulla
Ilustrasi pengeboran minyak./Bloomberg-Jeyhun Abdulla

Bisnis.com, JAKARTA -  Wakil menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan bahwa perlu cara baru untuk menjual blok migas di Indonesia. Pasalnya, cara-cara lama yang digunakan selama ini terbukti tidak efektif dan minim hasil.

"Harapan saya tata cara pola kerja yang selama ini sudah kita  lakukan harus diubah. Cara lama terbukti kurang efektif dalam menjual blok migas kita, untuk itu kita harus menemukan cara baru sehingga yang kita jual itu blok migas bukan menjual data," katanya, Kamis (15/11). 

Dia mengatakan bahwa jika blok migas terjual maka ada harapan bagi pemerintah untuk melakukan dicovery lapangan baru.

"Kalau blok terjual ada harapan bagi kita penemuan discovery lapangan-lapangan  baru bisa kita dapatkan. Kalau  penyajian data kita pakai cara lama saya pesimis ke depannya kita mendapatkan lapangan yang baru."

Terkait discovery lapangan baru, sebelumnya SKK Migas menyatakan cadangan minyak dan gas berukuran besar di Indonesia lebih banyak ditemukan oleh perusahaan asing ketimbang perusahaan dalam negeri.

Padahal, seharusnya sumber daya tersebut bisa dikelola oleh perusahaan dalam negeri seperti Pertamina.

Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi, menyebutkan bahwa temuan cadangan migas terbesar PT Pertamina hanya di Lapangan Jatibarang pada 1967 dan Lapangan Parang 2012.

Sisanya, seperti Lapangan Duri, Minas, Attaka, Arun, Natuna D-Alpha, Handil, Tunu, hingga Abadi di Blok Masela ditemukan oleh perusahaan asing.

Amien mengatakan ironi tersebut dipicu oleh minimnya anggaran yang dialokasikan negara maupun perusahaan untuk kegiatan eksplorasi migas.

Pasalnya, alokasi anggaran eksplorasi menjadi penting karena menentukan hasil yang bisa didapatkan. Saat ini, kegiatan eksplorasi migas Indonesia pun cukup tertinggal dibanding kompetitor lain.

"Kalau dicari dalam APBN itu tidak ada alokasi anggaran eksplorasi, sejak zaman Orde Lama, Orde Baru enggak ada. Kalau di Zaman Reformasi ada tapi kecil," kata Amien, pekan lalu. 

Lebih lanjut, dana khusus untuk eksplorasi itu baru mulai dianggarkan dalam beberapa tahun terakhir melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Namun, alokasinya masih sangat kecil, misalnya saja pada 2010 senilai Rp12,6 miliar, dan hingga saat ini paling besar Rp222 miliar untuk setahun. 

Karena itu, wajar jika negara mengandalkan investor swasta untuk melakukan eksplorasi migas. Di satu sisi, kebutuhan migas dalam negeri terus meningkat, namun penemuan cadangan baru yang besar belum bisa terjadi.

"Kami cek Pertamina, keluarkan anggaran eksplorasi yang besar itu belakangan ini 2016-2017. Pertamina tidak ada discovery ya penyebabnya itu. Misalnya Banyu Urip itu, kan awalnya dipegang Pertamina, enggak discovery, akhirnya sama Exxon discovery. Karena Exxonmau keluarkan dana untuk seismik 3D luas sekali," katanya.

Padahal, investasi besar bisa dilakukan jika cadangan besar dilakukan. "Jadi investasi menurun karena kita belum menemukan cadangan besar lagi, kalau nanti ditemukan cadangan besar, investasi akan besar."

Sementara itu, target pengeboran sumur eksplorasi yang ditargetkan mencapai 104 sampai kuartal III/2018 hanya mampu tercapai 18 sumur eksplorasi.

"Kenapa progressnya gak maju sementara harga minyak lagi bagus? KKKS kan ada eksplorasi dan eksploitasi. Kalau yang eksplorasi seringnya terkendala dana. Jadi kalau dana belum ada mundur lagi."

Selain itu masalah perizinan, regulasi hingga masalah sosial juga menjadi hambatan bagi pengeboran tersebut.

"Truk-truk kontainer yang bawa rig-nya ini gak bisa masuk. Ada yang karena jembatannya gak cukup, ada yang gak cocok ama masyarakat. Sehingga belum bisa direalisasikan sampai tahun anggaran 2019."

Oleh karena itu Amien meyakini target tersebut tidak akan tercapai pada tahun ini.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper