Bisnis.com, JAKARTA—Laporan Ease of Doing Business 2019 bertajuk Training for Reform yang diterbitkan Bank Dunia mencatat rekor atas 314 reformasi kebijakan pada periode 2 Juni 2017—1 Mei 2018.
Dalam laporan tersebut, sebanyak 128 negara tercatat telah memperkenalkan peningkatan regulasi yang substansial untuk membuat kemudahan berbisnis di setiap area.
Bank Dunia mencatat, negara-negara yang memiliki peningkatan dalam memberi kemudahan berbisnis pada periode tersebut a.l Afganistan, Djibouti, China, Azerbaijan, India, Togo, Kenya, Côte d’Ivoire, Turki, dan Rwanda.
Sementara itu, sebanyak sepertiga dari reformasi regulasi yang dipantau oleh Laporan Doing Business 2019 muncul dari negara-negara kelompok Sub-Sahara Afrika.
“10 besar perekonomian dalam peringkat kemudahan berbisnis memiliki fitur yang mirip, yaitu efisiensi dan kualitas regulasi, termasuk inspeksi wajib saat konstruksi, perangkat otomatisasi yang digunakan oleh perangkat distribusi untuk mengembalikan layanan ketika mati listrik, kuatnya pengaman yang tersedia bagi kreditur dalam memproses insolensi, dan pengadilan komersial khusus otomatisasi,” tulis Bank Dunia, seperti dikutip dari laporannya, Rabu (31/10).
Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim dalam kata pengantarnya menyebutkan bahwa pemerintah di setiap negara perlu memperkuat kebijakannya untuk memberikan ruang untuk berkembang bagi wirausaha dan perusahaan kecil dan menengah.
“Regulasi bisnis yang efisien dan teratur sangat penting bagi wirausaha dan mengembangkan sektor swasta,” tulis Jim.
Menurutnya, tanpa regulasi yang sesuai, dunia tidak akan memiliki kesempatan untuk memberantas kemiskinan dan menyebarkan kesejahteraan di seluruh dunia.
Adapun, Bank Dunia mencatat kesempatan pelatihan untuk penyedia layanan jasa juga memiliki hubungan yang positif untuk menaikkan skor kemudahan bisnis.
Begitu pula dengan meningkatkan komunikasi sektor publik dan swasta di level legislatif dan membentuk reformasi untuk aturan UKM akan memberikan performa yang baik untuk indikator kemudahan berbisnis.