Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Alasan Investasi Sektor Ketenagalistrikan Akan Cenderung Turun

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan memproyeksikan investasi di sektor kelistrikan akan flat di tahun-tahun mendatang.
Teknisi mengoperasikan mesin turbin di Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bengkok, Dago, Bandung, Jawa Barat, Jumat (19/10/2018). PLTA yang dikelola oleh PT Indonesia Power itu masih beroperasi mengalirkan listrik untuk warga Bandung dan sekitarnya./JIBI-Rachman
Teknisi mengoperasikan mesin turbin di Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bengkok, Dago, Bandung, Jawa Barat, Jumat (19/10/2018). PLTA yang dikelola oleh PT Indonesia Power itu masih beroperasi mengalirkan listrik untuk warga Bandung dan sekitarnya./JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan memproyeksikan investasi di sektor kelistrikan akan flat di tahun-tahun mendatang.

Hal ini disebabkan pertumbuhan ekonomi saat ini hanya berada dikisaran 5%. Sehingga pembangunan pembangkit harus mengalami penyesuaian.

"Listrik investasinya pasti turun. Kalau diharapkan meningkat terus tiap tahun itu mau bangun (pembangkit) berapa besar. Kan tidak mungkin pembangkit 35.000 megawatt (MW) diinvestasikan semuanya sampai 2019 karena pertumbuhan ekonomi sekitar 5%," ujar Jonan di Jakarta, Rabu (24/10/2018).

Dia menjelaskan rasio pertumbuhan penggunaan listrik rata-rata sebesar 1,5 kali pertumbuhan ekonomi. Artinya, bila pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 5%, pertumbuhan kebutuhan penggunaan listrik maksimal hanya sebesar 7,5%. Pembangunan pembangkit harus menyesuaikan jumlah suplai dan demand tersebut.

"Kalau dulu 35.000 MW harus selesai 5 tahun itu pertumbuhan ekonomi 7%-8%, berarti tumbuh listriknya sekitar 10,5%. Bedanya besar sekali, jadi 35.000 MW kami geser sampai 2024-2025. Makanya setelah ini (investasi) akan flat sih," katanya.

Hingga kuartal III/2018, investasi sektor kelistrikan tercatat US$4,8 miliar. Realisasi tersebut masih 39,34% dari target tahun ini yang dipatok sebesar US$12,2 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper