Bisnis.com, JAKARTA--Di tengah siang Jakarta yang panas, Freddy Chrisswantra berjalan keluar dari ruangan dingin tempat berlangsungnya konferensi pers pameran dagang Ambiente 2019. Di tempat terbuka Hotel Double Tree, Jakarta pada Kamis (04/10/2018), Freddy bergegas menyalakan sigaretnya sembari berbincang bersama Bisnis tentang pengalamannya mengikuti pameran Ambiente.
Freddy, desainer asal kota kembang Bandung itu mendapat kehormatan diundang sebagai talent dalam pagelaran Ambiente 2018. Ia terbang ke Frankfurt, Jerman setelah karya berbahan pakis yang ia buat menarik perhatian kurator pameran tersebut. Freddy menjelaskan bahwa para kurator heran sekaligus kagum dengan material 'tak lazim' tersebut.
Dengan antusias Freddy bercerita saat karyanya dipamerkan, para pengunjung memberikan respon yang mirip dengan respon para kurator. Para pengunjung heran melihat bahan yang mirip rotan namun jelas berbeda. Terlebih saat mereka mengetahui bahwa bahan tersebut sedikit lentur atau sedikit elastis.
"Hampir setiap orang yang datang [ke gerainya] megang [karyanya]," jelas Freddy yang juga mengajar desain di Universitas Kristen Maranatha.
Dari ceritanya itu, kepada Bisnis Freddy menjelaskan bahwa eksplorasi material merupakan sesuatu yang krusial, namun belum dilakukan secara mendalam di Indonesia. Freddy tak akan menemukan pakis dari pelosok Sumatera itu jika ia tak melakukan eksplorasi.
Hal tersebut turut diakui Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian, Gati Wibawaningsih. Ia menilai kurangnya eksplorasi material dalam kerajinan-kerajinan di Indonesia salah satunya disebabkan riset dan pengembangan (R&D) sektor kerajinan yang masih lemah.
Dalam wawancara khusus dengan Bisnis di kantornya, Gati menyatakan R&D sektor ini memang agak tertinggal. Sumber daya alam yang melimpah sebagai material dasar belum bisa diberi sentuhan akhir yang baik. Ia menambahkan, Kemenperin sendiri memiliki balai besar kerajinan dan batik, namun belum bekerja secara maksimal.
"Kita punya balai kerajinan sebenarnya, ini mereka yang perlu di-update dan juga di-upgrade kemampuannya. Ini adalah tugas daripada pemerintah," tutur Gati kepada Bisnis, Jumat (05/10/2018).
Seorang pengunjung menghampiri gerai Freddy di Ambiente 2018 dan seperti pengunjung lainnya, pengunjung itu keheranan dengan material pakis tersebut. Pengunjung itu bertanya kepada Freddy berapa harga satu buah karyanya, Freddy dengan santai menjawab 40 Euro.
Raut wajah pengunjung tersebut mengerut, ia tampak tak senang dengan jawaban Freddy. Pengunjung itu tak puas Freddy 'hanya' membanderol karyanya dengan harga tersebut, menurutnya karya dengan material dan desain seperti yang Freddy buat harus diapresiasi lebih.
"Kalau 60 Euro, aku akan beli," ujar Freddy menirukan ucapan pengunjung tersebut.
Freddy menjelaskan bahwa kekuatan desainlah yang membuat Indonesia mampu dilirik oleh kurator Ambiente. Sayangnya, pemahaman desain dinilai belum begitu memasyarakat.
Gati menyampaikan Kemenperin dan Kementerian Pendidikan dapat berperan besar dalam memperluas pemahaman soal desain dan menambah jumlah desainer. Profesi desainer dan apa yang mereka kerjakan perlu disampaikan kepada generasi muda agar pengetahuan soal desain dipahami masyarakat.
Kekuatan desain dan material dinilai dapat membawa manfaat ekonomis bagi Indonesia. Kemenperin mencatat seluruh peserta pameran Ambiente 2018 berhasil mencatatkan nilai transaksi sebesar US$705.262 di Frankfurt. Angka tersebut meningkat 60,42% dari total transaksi di pameran 2017 sebesar US$439.613.
Tercatat dalam data Kemenperin dan Badan Ekonomi Kreatif, di dalam negeri sendiri, sektor kriya berkontribusi 15,70% dari PDB ekonomi kreatif. Ekspor kriya pun mencakup 37% dari seluruh ekspor ekonomi kreatif, tercatat sebagai komoditas ekspor ekonomi kreatif tertinggi setelah kuliner dan fesyen.
Negara-negara tujuan ekspor terbesar industri kreatif tercatat pula sebagai negara asal pengunjung pameran Ambiente yang terbesar. Ekspor industri kreatif ke negara-negara asal pegunjung Ambiente tercatat sebesar: Amerika Serikat (31,72%), Jerman (4,56%), China (3,49%), dan Inggris (2,86%).
Potensi tersebut dinilai Gati harus terus dimaksimalkan. Untuk dapat bersaing di pasar internasional, ia menilai para desainer dan pelaku industri kreatif harus menjalin koordinasi dengan pihak luar, khususnya dalam pengenalan pasar.
Freddy pun mengakui bahwa momentum pameran internasional seperti Ambiente dapat menjadi ajang desainer dan pelaku ekonomi kreatif bertemu dengan pembeli potensial dan koneksi-koneksi di luar negeri.
Senior Vice President Messe Frankfurt, Stephan Kurzawski menyampaikan, Indonesia perlu bersiap menghadapi sesuatu yang besar dalam ajang-ajang pameran internasional. Ia mengapresiasi jumlah peserta pameran dari Indonesia yang terus bertambah disertai dengan peningkatan nilai transaksi tiap tahunnya.
"Bukan perkara mudah [untuk masuk Ambiente], karena ini tentang kualitas [produk yang terpilih]. Saya sangat sangat senang mendengar Indonesia masuk karena tidak setiap negara seperti itu," tutur Stephan dalam konferensi pers Ambiente 2019.
Dengan tenang Freddy berkata bahwa Indonesia telah memiliki 'tempat' di mata kurator dan para pengunjung Ambiente. Industri kreatif dalam negeri perlu bebenah untuk bisa memaksimalkan potensi yang dimiliki.
"Indonesia terang [punya peluang] lah di sana [Ambiente]," tutur Freddy sambil tertawa.