Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Tahu Tempe Minta Pasokan Kedelai Dijamin

Pelaku industri tahu dan tempe berharap pemerintah tidak mengabaikan kelanjutan suplai bahan baku berupa kedelai kendati tengah mengejar target swasembada pada 2019.
Pekerja memproduksi tempe di kawasan Kemayoran, Jakarta, Kamis (6/9/2018)./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay
Pekerja memproduksi tempe di kawasan Kemayoran, Jakarta, Kamis (6/9/2018)./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, JAKARTA –Pelaku industri tahu dan tempe berharap pemerintah tidak mengabaikan kelanjutan suplai bahan baku berupa kedelai kendati tengah mengejar target swasembada pada 2019.

Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin mengatakan kepada Bisnis pada Selasa (10/2), program swasembada kedelai yang dicanangkan pemerintah tidak mungkin tercapai.

Namun, Aip menyatakan sikap skeptisnya tersebut bukan berarti pihaknya anti terhadap produksi dalam negeri. Bahkan kalau produksi melimpah, Gakoptindo siap menyerap kedelai untuk produksi tahu dan tempe.

“Kami siap beli kedelai lokal kalau ada. Kami pengrajin tempe tahu setiap hari produksi tempe dan tahu. Jadi kedelai harus selalu ada,” tegasnya.

Gakoptindo menyurati Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian perihal target ambisius pemerintah yang ingin menswasembadakan kedelai pada 2019.

Dalam surat terbukanya Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) menuliskan bahwa asosiasinya membutuhkan kedelai baik itu lokal ataupun impor sebagai bahan baku utama pembuatan tahu dan tempe. Menurut mereka industri pengrajin tahu dan tempe sudah berjalan ratusan tahun, adapun kedelai sebagai bahan baku utama tidak bisa disubtitusi dengan kacang-kacangan lainnya.

“Selama ini kami pengrajin Tahu dan Tempe tidak terlalu mempersoalkan [asal muasal] apakah itu kedelai lokal atau kedelai impor yang penting kedelai harus ada setiap saat dengan kualitas yang bagus dan harga terjangkau. Dan apabila kedelai Iokal ada dan selalu tersedia setiap saat tentu kami juga akan senang namun badasarkan pengalaman kami selama puluhan tahun kedelai lokal produksinya sedikit dan tidak mencukupi kebutuhan kami,” tulis Gakoptindo dalam surat terbuka Gakoptindo tertanggal 28 September 2018 perihal tata niaga kedelai.

Menurut Gakoptindo, kebijakan pemerintah dalam tata niaga kedelai terbilang positif karena menunjang ketersediaan kedelai sebagai bahan baku utama yang mudah diserap di pasaran. Oleh sebab itu mereka mengucapkan terimakasih kepada regulator karena telah mempermudah para pengrajin mendapatkan kedelai yang berkualitas dengan harga yang terjangkau baik kedelai impor maupun lokal.

“Sesuai Informasi yang kami peroleh dari Media bahwa Kementerian Pertanian R l mencanangkan program swasembada kedelai pada tahun 2019 sebesar 3,47 juta ton. Kami berpendapat target itu terlalu optimistis mengingat faktanya yang kami temui di lapangan tidak dapat mencapai pada targetnya sehingga membingungkan darimana asalnya kedelai lokal tersebut,” lanjutnya.

Gakoptindo mengharapkan dukungan pemerintah dalam penyediaan kedelai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Terutama para Pengrajin Tahu dan Tempe yang membutuhkan kedelai untuk berproduksi sehingga jangan sampai pemerintah mengambil kebijakan yang mengakibatkan ketersediaan kedelai di pasaran menjadi minim. Dengan begitu otomatis Pengrajin Tahu dan Tempe tidak bisa berproduksi dan menimbulkan kerugian.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian melansir produksi kedelai tertinggi pada 2018 terjadi saat April 2018, sebesar 116.02 ribu ton biji kering dengan luas panen 82.700 hektare. Produksi kedelai dalam negeri lebih sedikit dari kebutuhan konsumsinya. Namun, Kementan mengklaim produksi dalam negeri sudah mampu memenuhi  kebutuhan dua kali lipat dari 17% pada 2017 menjadi 34% pada 2018.

Adapun rata-rata perkembangan harga kedelai di tingkat petani sejak Januari sampai September 2018 berfluktuasi, yaitu antara Rp6.686 per kg sampai dengan Rp. 7.745 per kg. Pada tahun ini Kementan membatu dalam penyediaan benih kedelai untuk lahan seluas 546.000 hektare.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper